Namun Menteri menegaskan putusan Hakim terhadap penetapan restitusi tidak memiliki dasar hukum.
Dalam kasus ini, KemenPPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi.
Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada Korban atau Keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi tidak dibebankan kepada negara.
Di samping restitusi, Majelis Hakim juga menetapkan sembilan orang para korban dan anak korban diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat.
Dengan dilakukan evaluasi secara berkala dan jika dalam waktu tertentu para korban dan anak korban dinilai sudah pulih secara fisik dan mental, maka akan dikembalikan kepada keluarganya.
"KemenPPPA mengapresiasi putusan yang mengatur keberlanjutan pemenuhan hak anak-anak korban dan upaya perawatan fisik dan psikis sembilan korban dan para anak korban di bawah pantauan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini UPTD PPA Provinsi Jawa Barat," kata Bintang.
Hal memberatkan dan meringankan
Majelis hakim juga memaparkan pertimbangan dalam memvonis Herry Wirawan dengan penjara seumur hidup.
Hal-hal yang memberatkan, terdakwa sebagai pendidik dan pengasuh seharusnya melindungi, membimbing dan melindungi den mendidik anak-anak mondok di pesantrennya.
Namun terdakwa justru memberi contoh yang tidak baik dan merusak masa depan anak-anak didiknya.
Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan trauma baik keluarganya maupun keluarga korban.
Ia juga mencemarkan lembaga pondok pesantren dan menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua untuk anaknya dalam belajar.
Sementara untuk hal-hak yang meringankan, majelis hakim berpendapat tidak ada hal yang meringankan terhadap diri terdakwa.
Di akhir persidangan majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum untuk menentukan sikap terhadap putusan tersebut apakah menerima, banding atau pikir-pikir.(Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi/MilaniResti/Malau)