News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kontroversi JHT

APINDO Sebut Mayoritas JHT Dicairkan karena Mengundurkan Diri Bukan PHK

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa hingga Agustus 2021, tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan penyebab klaim didominasi oleh pengundurkan diri dan PHK. Selain itu mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah dibawah Rp10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun dimana merupakan usia produktif bekerja.

Airlangga menjelaskan, JHT merupakan perlindungan pekerja/buruh untuk jangka panjang, sedangkan JKP merupakan perlindungan pekerja/buruh untuk jangka pendek.

Baca juga: Presiden FSPMI Desak Aturan Baru terkait JHT Dicabut, Menaker Diberi Waktu 2 Minggu

Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan, bagi pekerja formal terlindungi dengan JKP, yang merupakan program jaminan sosial baru dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) untuk melindungi pekerja/buruh yang terkena PHK agar tetap dapat mempertahankan derajat hidupnya sebelum masuk kembali ke pasar kerja.

“Klaim JKP efektif per tanggal 1 Februari 2022, ini mulai diberlakukan, dan JKP adalah perlindungan jangka pendek bagi pekerja/buruh karena langsung mendapatkan manfaat seketika saat berhenti kerja. Penambahan program JKP tidak mengurangi manfaat program jaminan sosial yang sudah ada. Saya ulangi, JKP tidak mengurangi manfaat jaminan sosial yang sudah ada,” terangnya.

Selain itu, iuran Program JKP tidak akan membebani pekerja dan pemberi kerja karena besaran iuran JKP sebesar 0,46 persen dari upah berasal dari pemerintah pusat.

Menko Ekon memaparkan, pekerja/buruh yang mengalami PHK berhak memperoleh manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 45 persen upah di bulan ke-1 sampai dengan ke-3 dan kemudian 25 persen upah di bulan ke-4 sampai dengan ke-6.

Baca juga: Mengenal 6 Jenis Program Jaminan Sosial: JKN, JKK, JHT, JP, JKM hingga JKP

“Sebagai contoh, kalau mendapatkan PHK di tahun kedua, itu dengan gaji misalnya sebesar Rp5 juta, maka akan diberikan 45 persen dari Rp5 juta adalah Rp2,25 juta, dikali tiga bulan berarti Rp6,75 juta. Sedangkan bulan ke-4 sampai ke-6 adalah 25 persen dari Rp5 juta atau Rp1,25 juta, dikali tiga adalah Rp3,75 juta, sehingga mendapatkan Rp10,5 juta,” jelasnya.

Sedangkan dengan mekanisme yang lama, lanjut Menko Ekon, penerima manfaat memperoleh 5,7 persen dari Rp5 juta atau Rp285 ribu dikali 24 bulan sehingga totalnya adalah Rp6,84 juta dan tambahan 5 persen pengembangan selama dua tahun sebesar Rp350 ribu, sehingga total yang didapatkan sebesar Rp7,19 juta. Dari perbandingan tersebut, terlihat manfaat JKP lebih besar dari yang diterima berdasarkan regulasi sebelumnya.

“Secara efektif, regulasi ini memberikan Rp10,5 juta (lebih besar) dibandingkan Rp7,19 juta,” imbuhnya.

Selain itu, dengan JKP pekerja/buruh yang mengalami PHK juga memperoleh manfaat berupa akses informasi pasar kerja dan bimbingan jabatan serta pelatihan kompetensi kerja melalui lembaga pelatihan milik pemerintah, swasta, maupun perusahaan.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Widya Lisfianti)

Baca berita lainnya terkait Kontroversi JHT.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini