Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) sekaligus Chairman Pusat Studi Air Power Indonesia Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim mengingatkan soal kontrak terkait rencana pembelian 42 pesawat tempur Dassault Rafale dari Prancis.
Chappy mengatakan perlu dipelajari pengadaan yang sedikit bermasalah saat India melakukan pembelian Rafale pada tahun 2016.
Ketika itu, kata dia, dicapai perjanjian dalam proses pengadaan sejumlah 36 pesawat Rafale oleh India.
Persetujuannya 50 persen dari nilai kontrak akan menjadi nilai offset yang menjadi kewajiban pihak Dassault Aviation sebagai pabrik pesawat terbang Rafale.
Baca juga: Indonesia Borong Jet Tempur Bernilai Ratusan Triliun Rupiah, dari Mana Sumber Uangnya?
Ia melanjutkan, tidak begitu jelas sengketa yang mencuat sampai terekspos di media pada waktu itu.
Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar Pusat Studi Air Power Indonesia bertajuk Menyongsong Pesawat Rafale yang digelar pada Kamis (17/2/2022).
"Akan tetapi hal ini perlu patut kita waspadai dalam kontrak perjanjian yang telah dan akan disetujui keduabelah pihak," kata Chappy.
Ia pun berpendapat kemampuan teknologi negara pembeli akan menjadi titik lemah dalam kontrak pengadaan barang berteknologi tinggi.
"Kesenjangan dari kemampuan teknologi negara pembeli akan selalu saja menjadi titik lemah dalam perjanjian kontrak pengadaan barang yang berteknologi tinggi," kata Chappy.