TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inisiatif Ardina Safitri Firli, yakni istri Ketua KPK Firli Bahuri menciptakan Mars KPK dan Hymne KPK lalu mendaftarkan hak ciptanya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menuai banyak kritik.
Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebut lagu mars dan hymne KPK berpotensi konflik kepentingan. Sebab mars dan hymne KPK digubah oleh Ardina Safitri, istri Ketua KPK Firli Bahuri.
"Karena bisa konflik kepentingan, dan bisa merambat ketika kepentingan pihak tertentu dititipkan melalui keluarga, yang kemudian bisa menjadi masalah serius," kata Novel.
Novel secara tegas mengkritisi keterlibatan pihak keluarga dalam kinerja pemberantasan korupsi di KPK. Seharusnya cara-cara tersebut harus dihindari, terlebih dilakukan oleh ketua KPK.
"Firli membuat kebiasaan di KPK dengan melibatkan keluarga untuk urusan dinas di KPK. Hal tersebut yang selalu dihindari di KPK sejak pertama kali didirikan," kata Novel.
Oleh karena itu, Novel menyayangkan sikap Firli Bahuri yang melibatkan pihak keluarga dalam bekerja di KPK. Karena pada dasarnya, KPK secara kelembagaan milik bangsa, bukan milik pihak keluarga.
Baca juga: Ini Isi Lirik Mars dan Hymne KPK Ciptaan Istri Firli Bahuri: Baru Dirilis Langsung Menuai Kritik
"Jadi sangat disayangkan Firli mengubah upaya-upaya pendiri KPK dalam rangka menjaga integritas," ujar Novel.
Senada juga disampaikan mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap. Menurutnya, tindakan Firli sangat berpotensi konflik kepentingan. Dia berujar, seharusnya hal-hal tersebut bisa dihindari.
Baca juga: Ragam Kontroversi Firli Bahuri: Dugaan Gratifikasi hingga Beri Penghargaan Istri yang Buat Hymne KPK
"Hal ini seharusnya bisa dihindari ya karena berpotensi conflict of interest, sebab Firli Bahuri merupakan Ketua KPK, apalagi lagu ini tentang mars dan hymne KPK lembaga yang dipimpin Firli, tentu akan banyak pertanyaan bagaimana bisa lagu karya istrinya dijadikan hymne dan mars KPK?" tutur Yudi.
Yudi menegaskan, sejak KPK berdiri tak diindahkan pelibatan keluarga dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi. Hal ini semata untuk menjaga integritas bagi setiap insan KPK.
Baca juga: Sosok Ardina Safitri, Istri Firli Bahuri yang Buat Mars dan Hymne KPK, Punya Usaha Pijat Refleksi
"Dari sejak KPK berdiri memang menghindarkan adanya keterlibatan keluarga dalam pekerjaan kantor baik pimpinan maupun pegawai KPK, hal ini penting selain meminimalisasi konflik kepentingan, juga agar pimpinan dan pegawai fokus bekerja memberantas korupsi," kata Yudi.
Seharusnya, jika memang harus terdapat mars dan hymne KPK, sebaikany tidak melibatkan pihak keluarga.
"Jika memang harus ada lagu atau mars KPK sebaiknya yang membuat adalah orang lain," sebut Yudi.
Ketua KPK Firli Bahuri mengklaim, lagu mars dan hymne KPK akan semakin menambah kebanggaan.
Karena setiap insan KPK dalam melaksanakan tugasnya dan selalu melayani bangsa, setiap saat bekerja dengan penuh semangat karena didorong oleh kecintaan pada Ibu Pertiwi.
“Lirik dalam lagu ini diharapkan bisa menjadi inspirasi seluruh insan KPK dalam bekerja dan menguatkan kecintaan kita pada bangsa Indonesia,” kata Firli.
Sementara itu, Ardina menyampaikan rasa bangganya, melalui lagu mars dan hymne ini bisa ikut berkontribusi dalam tugas pemberantasan korupsi.
“Kebanggaan bagi seorang warga negara adalah bisa turut berbakti dan berkontribusi, sekecil apapun, sesederhana apapun, demi ikut memajukan dan menyejahterakan bangsanya, salah satunya melalui pemberantasan korupsi,” ujar wanita yang karib disapa Dina.
Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha merasa tak habis pikir begitu mengetahui bahwa istri Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Ardina Safitri, membuat lagu mars dan hymne KPK.
"Terus terang saya kehabisan kata-kata atas tindakan ketua KPK memilih lagu ciptaan istrinya menjadi hymne KPK," kata Praswad.
Mantan penyidik KPK itu menegaskan bahwa komisi antikorupsi bukanlah perusahaan keluarga. Terlebih, pemberantasan korupsi tidak memerlukan hymne.
Praswad lantas menyoroti dugaan konflik kepentingan di balik pemilihan lagu tersebut berikut terkait pemberian hak cipta.
"KPK bukan perusahaan keluarga, dan pemberantasan korupsi tidak perlu Hymne, sangat ironis sekali, andai kita mau mendengar sedikit lebih jernih menggunakan hati nurani, tidak perlu sulit-sulit menciptakan lagu," katanya.
"Karena hymne pemberantasan korupsi yang sejati ada didalam jerit tangis derita rakyat korban bansos yang sampai saat ini tidak dituntaskan oleh KPK, tangis ribuan mahasiswa yang menjadi korban aksi Reformasi Dikorupsi 2019, tangisan warga Desa Wadas, tangisan para korban PHK akibat krisis pandemi yang tidak bisa mencairkan THT-nya sampai dengan umur 56 tahun nanti, sudah lebih dari cukup untuk menyuarakan nyanyian penderitaan rakyat," imbuhnya.
Sudah Didaftarkan
Menkumham Yasonna H. Laoly menegaskan proses pencatatan hak cipta saat ini lebih cepat dan terbebas dari pungutan liar (pungli). Hal itu disampaikan Yasonna dalam acara penyerahan Surat Pencatatan Ciptaan Lagu Mars dan Hymne Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (17/2) di Gedung Juang KPK, Jakarta.
Yasonna menjelaskan, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham telah mencanangkan Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta atau POP HC pada awal tahun 2022.
Dalam sistem tersebut, proses pencatatan ciptaan hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit, sistem ini merupakan pengembangan dari sistem administrasi sebelumnya yang dilakukan dalam jangka waktu satu hari, dan merupakan perbaikan dari sistem sebelumnya yang dilakukan dalam jangka waktu sembilan bulan.
“Perbaikan sistem ini adalah dalam rangka meningkatkan layanan Kemenkumham kepada publik,” kata Yasonna.
Yasonna menuturkan, seperti halnya proses permohonan pencatatan ciptaan atas Mars KPK dan Hymne KPK, ciptaan Ardina Safitri Firli, yakni istri Ketua KPK Firli Bahuri yang diajukan pada 6 Januari 2022 dan prosesnya selesai kurang dari 10 menit.(Tribun Network/ham/wly)