Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami campur tangan Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi untuk pengadaan polder Kota Bintang, Bekasi, Jawa Barat.
Pendalaman ini dilakukan lewat pemeriksaan ajudan Wali Kota Bekasi bernama Bagus Kuncoro Jati alias Dimas pada Kamis (24/2/2022).
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya campur tangan tersangka RE untuk pengadaan polder Kota Bintang, Bekasi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (25/2/2022).
Adapun Dimas diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap dalam pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi dengan tersangka Rahmat Effendi dkk.
Sedangkan untuk saksi Rachmat Utama Djangkar selaku pihak swasta dari PT Deka Sari Perkasa memilih tidak hadir.
Dia meminta pemeriksaannya dijadwal ulang.
"Tidak hadir dan mengkonfirmasi untuk dilakukan penjadwalan ulang," kata Ali.
Baca juga: KPK Telisik Setoran Uang ke Rahmat Effendi dari ASN Pemkot Bekasi
Dalam perkara ini, Rahmat Effendi dan delapan orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Kedelapan orang itu antara lain Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Buyamin; Lurah Kati Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri Suryadi; dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.
Baca juga: Periksa Sekdis Perkimtan Kota Bekasi, KPK Selisik Pengadaan Lahan Diduga Dimonopoli Rahmat Effendi
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan 'untuk sumbangan masjid.'
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Baca juga: Calon Anggota Bawaslu Rahmat Bagja Dapat Dukungan dari Politikus PDIP dan PKB, Didoakan Terpilih
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.