Hal tersebut antara lain dipukuli di bagian rusuk, kepala, muka, rahang, bibir, ditempeleng, ditendang, diceburkan ke dalam kolam ikan, direndam, diperintahkan untuk bergelantungan di kereng seperti monyet atau dengan istilah gantung monyet, dicambuk anggota tubuhnya menggunakan selang, mata dilakban, dan kaki dipukul menggunakan palu atau martil.
Selain itu, penghuni juga dipaksa tidur di atas daun jelatang atau ulat, dipaksa makan cabai, dan juga tindakan-tindakan kekerasan atau penyiksaan lainnya.
"Terhadap kondisi fisik akibat kekerasan ini menimbulkan bekas luka maupun luka yang tidak berbekas di bagian tubuh. Selain penderitaan fisik juga adanya dampak traumatis akibat kekerasan salah satunya sampai menyebabkan salah satu penghuni kerangkeng melakukan percobaan bunuh diri," kata Yasdad.
Temuan Komnas HAM tersebut sejalan dengan temuan Polda Sumut berdasarkan hasil autopsi dua mayat korban kerangkeng manusia.
Berdasarkan hasil autopsi, kedua jenazah yang makamnya telah dibongkar itu semasa hidupnya diduga benar-benar disiksa dan dianiaya di kerangkeng manusia milik Terbit Rencana.
"Artinya bahwa diindikasikan kedua korban yang sudah diekshumasi (bongkar kuburan) tersebut mendapatkan tindakan kekerasan di dalam kerangkeng," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi, Rabu (2/3/2022).
Hadi mengatakan, pihaknya belum bisa membeberkan hasil autopsi secara gamblang.
Dia menyebut pihaknya masih menyusun berkas hasil autopsi jenazah Sarianto Ginting dan Abdul Sidik.
Dia menyatakan hasil autopsi utuh akan disampaikan dalam waktu dekat.
"Bekas penganiayaan di bagian mana, nanti kita sampaikan pada saat nanti. Penyidik sudah melakukan pemberkasan," ucapnya.
Baca juga: Komnas HAM: Cabai Hingga Palu Jadi Alat Penyiksaan di Kerangkeng Langkat, Penghuni Coba Bunuh Diri
Sejauh ini polisi menyatakan tiga orang tewas akibat dugaan penganiayaan yang terjadi di kerangkeng milik Terbit Rencana.
Namun demikian, baru dua makam yang dibongkar yakni makam Sarianto Ginting dan Abdul Sidik.
Abdul Sidik tewas setelah sepekan lebih setelah ditahan.
Dia masuk ke kerangkeng pada 14 Februari 2019, meninggal 22 Februari 2019.