Laporan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM menyimpulkan adanya praktik kerja paksa di kerangkeng milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam mengatakan praktik kerja paksa tersebut tercermin dari jenis pekerjaan disertai ancaman baik langsung maupun tidak langsung ataupun hukuman dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Selain itu, kata dia, tidak adanya kesukarelaan dalam melakukan pekerjaan yang tercermin dalam salah satunya di antaranya tidak melakukan upah dan penahanan fisik yang dialami.
Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers yang disiarkan di kanal Youtube Komnas HAM RI, Rabu (2/3/2022).
"Jadi praktik kerja paksa ini ada. Indikatornya ya ada ancaman baik langsung maupun tidak langsung, kalau tidak bekerja juga dapat hukuman, juga tidak ada konteks kesukarelaaan, tidak ada kemerdekaan pribadi untuk melakukan konsen, apalagi ini rata-rata orangnya dewasa," kata Anam.
Baca juga: Komnas HAM Beberkan Praktik Serupa Perbudakan di Kerangkeng Milik Bupati Langkat Terbit Rencana
Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI Endang Sri Melani menjelaskan tim menemukan dari berbagai keterangan dari para penghuni, para penghuni tidak hanya bekerja di pabrik maupun di kebun sawit milik Terbit tapi juga ada pekerjaan lainnya yang memang di luar pekerjaan inti dan tidak memiliki skill.
Pekerjaan tersebut antara lain mengelas, juru parkir, membersihkan ruang pabrik, mengangkut buah sawit, dan membersihkan peralatan ataupun lainnya.
"Bahkan, para penghuni juga dijadikan sebagai buruh bangunan untuk pembangunan rumah TRP (Terbit Rencana Perangin Angin) termasuk di antaranya menguruk tanah di sekitar lokasi kerangkeng," kata Melani.
Baca juga: Komnas HAM: Kerangkeng di Langkat Jadi Tempat Rehabilitasi Narkoba Tanpa Metode dan Pengobatan
Terkait keberadaan pabrik pengelolaan sawit maupun kebun sawit, kata Melani, pabrik tersebut tercatat atas nama PT Dewa Rencana Peranginangin yang diketahui milik Terbit dan keluarganya.
Pabrik tersebut, kata dia, merupakan salah satu tempat bekerja bagi para penghuni dari mulai pagi sampai sore hari.
Pekerjaan yang dilakukan penghuni di kerangkeng di antaranya mengelas, mensortir, menjadi juru parkir, cuci mobil, dan lainnya.
Baca juga: Komnas HAM: Cabai Hingga Palu Jadi Alat Penyiksaan di Kerangkeng Langkat, Penghuni Coba Bunuh Diri
Selain itu, kata dia, tim juga memiliki informasi bahwa para penghuni tidak hanya dipekerjakan di kebun sawit milik Terbit tetapi juga di kebun sawit milik orang lain.
Para penghuni, kata dia, juga tidak diberikan upah dari pekerjaannya dan hanya diberikan extra fooding atau tambahan berupa makanan atau uang untuk membeli makanan ringan.
"Para penghuni tidak bisa menolak untuk tidak bekerja karena mereka takut dan juga rentan mendapatkan kekerasan dari pengurus kerangkeng," kata Melani.