TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI menyetujui 13 permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme restorative justice.
Penghentian itu dilakukan dalam kurun waktu sehari pada Senin (7/3/2022) kemarin.
Adapun gelar perkara penghentian penuntutan itu dipimpin oleh Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum Fadil Zumhana dengan sejumlah Kepala Kejaksaan Tinggi di sejumlah wilayah.
"13 Berkas perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif," ujar Kapuspenkum Kejagung RI Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (8/3/2022).
Ketut menuturkan restorative justice merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan.
Penyelesaian perkara tersebut dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban.
Dijelaskan Ketut, 13 kasus yang dihentikan penuntutan terdiri dari dugaan pelanggaran pidana para tersangka.
Adapun kasus yang paling banyak dihentikan penganiayaan hingga pengeroyokan.
Ia menuturkan alasan penyetopan kasus itu karena tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana dan tidak pernah dihukum. Lalu, kasus itu juga dapat dihentikan lantaran ancaman penjara tidak lebih dari lima tahun.
Baca juga: Wamenkumham Sebut Restorative Justice Tak Berlaku untuk Kasus Pidana Kekerasan Seksual
"Telah dilakukan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf," jelas Ketut.
Selain itu, menurut Ketut, kedua belah pihak yang bersengketa juga menyetujui agar masalah itu tidak lanjut ke persidangan.
Penghentian kasus ini dengan mempertimbangkan aspek sosiologis dan telah mendapat respons positif dari masyarakat.
"Dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perdamaian merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan oleh Jaksa," tukas dia.
Adapun 13 tersangka yang disetop kasusnya ialah Ramadhan di Kejaksaan Negeri Kapuas yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Lalu, tersangka Siti Mina Oherela di Kejari Seram Bagian Barat yang melanggar Pasal 310 ayat (4) UU nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Lalu tersangka Mahat bin Darling di Kejari Kapuas dalam kasus penganiayaan; tersangka A'an Puji Utomo di Kejari Surabaya dalam kasus Pencurian; tersangka Iskil Jamal bin Moh Holil di Kejari Surabaya dalam kasus Penganiayaan.
Tersangka Dian Putri Kumala di Kejari Kabupaten Madiun yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (3) sub Pasal 310 ayat (2) UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; tersangka Budi Iskandar dan Ledy Darmawan di Kejari Aceh Tamiang yang melanggar Pasal terkait penganiayaan atau pengeroyokan.
Kemudian, tersangka Hermansyah; Nurhakim alias Hakim dan Suci Agusriani alias Uci di Kejari Aceh Tamiang yang juga disangkakan melanggar pasal penganiayaan atau pengeroyokan secara bersama-sama. Selanjutnya, tersangka Armiadi bin Rusli di Kejari Sabang dalam kasus pencurian.
Tersangka Pilemon Ombo alias Papa Risda di Kejari Poso yang melanggar pasal penganiayaan; tersangka Muhammad Halomoan Harahap di Kejari Labuhan Batu yang melanggar pasal penganiayaan dan terakhir tersangka Pendi Sianturi di Kejari Labuhan Batu dalam kasus penganiayaan.