- Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
- Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
- upaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.'
Setelah Soeharto mendapat mandat ini, ia mengambil sejumlah keputusan lewat SK Presiden No 1/3/1966 tertanggal 12 Maret 1966 atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR.
Keputusan tersebut berisi:
- Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang
- Penangkapan 15 menteri yang terlibat atau pun mendukung G30S
- Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.
Soekarno tak bisa berbuat banyak. Sementara Soeharto mendapat kekuasaan yang semakin besar.
Kontroversi Supersemar
Mengutip Kompas.com, Pengamat Sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menyebut jika supersemar sebagai satu diantara rangkaian peristiwa untuk melemahkan kekuasaan Soekarno.
Sehari setelah terima mandat tersebut, Soeharto langsung membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Setelahnya, menteri yang setia dengan Soekarno ditangkap.
Lama kelamaan, kejayaan Soekarno pun mulai hilang.