AHY juga kembali mengingatkan tuntutan utama reformasi 1998 yakni dilakukannya pembatasan masa kepresidenan, yaitu lima tahun, dan hanya bisa dipilih maksimal dua kali pada jabatan yang sama.
Alasannya kata dia, sebelum Reformasi, saat itu, selama tiga dekade, telah terjadi praktik-praktik pelanggengan kekuasaan yang secara paralel.
Itu juga kata dia, menumbuhsuburkan praktik-praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
"Ingat, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely," ujarnya.
Kondisi tersebut kata dia, membuat rakyat sengsara dan menghadirkan rasa ketidakadilan.
Ditambah dengan krisis moneter yang menghacurkan sendi-sendi ekonomi nasional ketika itu.
"Rakyat yang susah dan tertindas, selalu melahirkan kekuatan dan gelombang perubahan. Ketika seorang pemimpin lupa untuk turun tahta, maka rakyat yang akan mengoreksinya. Ini sejarah," ucap AHY.
Atas hal itu, AHY menginstruksikan kepada Fraksi Partai Demokrat Komisi II untuk segera bahas dan mengesahkan anggaran pemilu.
Hal itu juga dilakukan sebagai upaya dari Partai berlogo Mercy tersebut untuk menolak wacana penundaan Pemilu 2024.
"Saya mengatakan bahwa upaya tersebut sebagai permufakatan jahat untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara, termasuk dengan cara mempermainkan dan mengacak-acak konstitusi," tukas AHY.