News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Pengadaan Helikopter

KPK Bawa 84 Bukti Dalam Sidang Praperadilan Kasus Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri

KPK Bawa 84 Bukti dalam Sidang Praperadilan Kasus Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat praperadilan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland atau AW-101 tahun 2016-2017 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Penggugat adalah Jhon Irfan Kenway.

Di dalam gugatan tersebut, Jhon Irfan Kenway menyatakan diri sebagai tersangka.

Kendati demikian, KPK belum pernah mengumumkan status tersangka terhadap Jhon Irfan Kenway.

Pada hari ini, Rabu (16/3/2022), Tim Biro Hukum KPK kembali menghadiri sidang praperadilan dengan agenda pemeriksaan bukti pemohon dan juga termohon.

"KPK telah menyerahkan bukti sebanyak 84 bukti terdiri dari beberapa dokumen terkait perkara," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu.

Sebelumnya, Selasa (15/3/2022), Ali mengatakan KPK telah menyampaikan tanggapan atas permohonan praperadilan yang diajukan Jhon Irfan Kenway.

Baca juga: Ketua KPK: Saya Tidak Bisa Menghindari Popularitas Karena Saya Memimpin Lembaga yang Sangat Populer

Dimana pada pokoknya KPK menyampaikan di hadapan hakim bahwa seluruh proses penanganan perkara Helikopter AW-101 telah sesuai dengan mekanisme hukum berlaku.

"Sehingga dalil gugatan yang diajukan oleh JIK (Jhon Irfan Kenway) dimaksud tidak benar dan keliru menurut hukum dengan argumentasi," kata Ali.

Argumentasi dimaksud, diterangkan Ali, meskipun penyidikan sudah berjalan lebih 2 tahun, KPK tetap berwenang melakukan penyidikan karena ketentuan UU KPK tidak mewajibkan KPK menghentikan penyidikan.

Sedangkan terkait dengan penyelenggara negara yang sebelumnya dihentikan penyidikannya oleh Puspom TNI, lanjut Ali, tidak menghalangi KPK untuk tetap melakukan penyidikan.

"Karena penyidikan antara KPK dan Puspom TNI dilakukan secara terpisah," katanya.

Ali kemudian menyebut tindakan pemblokiran uang negara yang ada dalam escrow account atas nama perusahahan milik Jhon Irfan Kenway oleh KPK adalah sah.

Karena, katanya, yang dilarang oleh UU adalah menyita aset negara.

Baca juga: KPK Ingatkan Service Manager Maybank Gunung Putri Hadiri Pemeriksaan

"Sedangkan KPK dalam hak ini hanya melakukan pemblokiran dalam rangka mengamankan uang negara," ujar Ali.

Demikian juga pemblokiran oleh KPK terhadap aset-aset milik Jhon Irfan Kenway yang didalilkan tidak terkait dengan tindak pidana, menurut Ali, adalah sah.

Karena, lanjutnya, pemohon juga tidak melakukan penyitaan, tetapi hanya melakukan pemblokiran dalam rangka untuk jaminan pengembalian uang negara yang diperoleh pemohon.

"Tindakan pemblokiran juga tidak termasuk ranah kewenangan pemeriksaan hakim praperadilan," tutur Ali.

Selanjutnya, KPK memohon kepada hakim praperadilan untuk memutus perkara ini, sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan seluruh tanggapan KPK dan menolak permohonan praperadilan yang diajukan JIK.

Baca juga: KPK Selisik Penggunaan DID untuk Beberapa Proyek di Pemkab Tabanan

2. Menyatakan tindakan KPK mempertahankan status JIK tetap sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan mengikat.

3. Menyatakan proses penyidikan perkara ini adalah sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan mengikat.

4. Menetapkan pemblokiran aset maupun pemblokiran sejumlah uang yang dilakukan KPK adalah sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan mengikat.

"Dari argumen hukum yang sudah disampaikan di depan hakim, KPK optimis gugatan pemohon akan ditolak hakim," kata Ali.

Seperti diketahui, dalam pokok permohonannya, Jhon Irfan Kenway meminta majelis hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap dirinya tidak sah.

Dia juga meminta sejumlah aset yang dibekukan KPK dibuka pemblokirannya.

Pengusutan kasus ini merupakan perkara koneksitas KPK dengan TNI.

Pihak Puspom TNI telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus tersebut.

Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya FA, dan pejabat pemegang kas Letkol (Adm) WW.

Kemudian staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni pembantu Letda SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda SB.

Sementara KPK menjerat tersangka dari pihak swasta yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh.

Namun belakangan, muncul informasi bahwa penyidikan terhadap lima orang anggota TNI itu dihentikan oleh Puspom.

Dengan demikian, menyisakan pihak swasta yang menjadi tersangka di KPK.

Diduga perusahaan Irfan Kurnia Saleh tersebut merupakan pemenang lelang proyek pengadaan Helikopter AW-101.

Kasus ini berawal ketika TNI AU membeli satu Helikopter AW-101 pada 2016.

Padahal, pembelian ini sempat ditolak oleh Presiden Jokowi dengan alasan perekonomian.

Ujungnya, dugaan korupsi terendus dalam pengadaan tersebut.

Dalam kasus ini, diduga terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp224 miliar.

KPK menyatakan bahwa meski penyidikan di TNI dihentikan, pihaknya masih bisa melanjutkan penyidikan terhadap pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Pihak KPK akan berkoordinasi dengan TNI terkait hal tersebut.

Di sisi lain, terkait penghentian penyidikan ini, Panglima TNI Andika Perkasa mengatakan bahwa ia masih akan menelusuri terlebih dahulu mengenai informasi penghentian kasus tersebut.

"Saya harus telusuri dulu ya. Saya masih orientasi tugas-tugas saya lebih dalam, sehingga masih belum semua hal saya ketahui," kata Andika dalam keterangannya, Selasa (28/12/2021).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini