TRIBUNNEWS.COM - Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus eks juru bicara Kementrian Perdagangan (Kemendag) Fithra Faisal Hastiadi memberi kritikan soal strategi subsidi minyak goreng.
Fithra menilai subsidi minyak goreng adalah startegi purba di era digital.
Lantaran resiko kegagalan dari strategi tersebut dinilai sangat tinggi.
"Saya sudah bilang subsidi ini adalah kebijakan purba di era digital,"
"Mahasiswa semester satu kalau kita bicara subsidi, ini adalah kebijakan yang secara empiris yang sering gagalnya,"
"Apalagi startegi subsidi ini tidak bisa dikontrol polusinya," kata Fithra dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam TvOneNews, Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Mendag Didesak Bongkar Daftar Nama Produsen Minyak Goreng Nakal, DPR Usul Beri Sanksi Tegas
Fithra juga memberikan perbandingan strategi subsidi minyak goreng dengan negara Malaysia.
Menurutnya, subsidi minyak goreng Malaysia berhasil karena sudah lama ada dan rintangan geografis dinilai tidak sekuat di Indonesia.
"Sekarang di Malaysia dijual Rp 8.500 karena subsidi, kenapa di kita tidak berhasil? ya karena disana sudah lama existing,"
"Juga rintangan geografisnya tidak sekuat kita," jelasnya.
Baca juga: Sebut Kebijakan Minyak Goreng Terus Berganti, YLKI: Masyarakat Dijadikan Kelinci Percobaan
Alih-alih memberikan subsidi yang menurutnya tidak jelas dan pasti gagal, fithra memberi solusi berupa impor dengan melihat arbitrage (praktik memperoleh keuntungan dari perbedaan harga yang terjadi di antara dua pasar keuangan).
Sehingga pemerintah bisa membentuk dan memiliki kuasa supply yang pada akhirnya akan menipiskan harga minyak goreng.
"Karenanya dalam international economics ada namanya arbitrase, ketika kita bicara arbitrase kita bisa mengimpor yang ada disitu,"
"Sehingga kita memilki kuasa suppy disini,"