News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Minyak Goreng

Bicara Soal Minyak Goreng, Kepala BIN Tekankan Pentingnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi minyak goreng. Kepala BIN Budi Gunawan menilai kebijakan baru pemerintah terkait minyak goreng ini butuhkan waktu untuk membentuk harga wajar.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingginya harga minyak goreng kemasan di dalam negeri menjadi sorotan belakangan ini.

Setelah sebelumnya sempat terjadi kelangkaan, kini keberadaan minyak goreng kemasan melimpah di pasaran setelah kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dicabut pemerintah.

Harga minyak goreng kemasan kini berada pada kisaran Rp 19.000 - Rp 22.000 per liter.

Menyikapi hal tersebut, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan menilai kebijakan baru pemerintah ini butuhkan waktu untuk membentuk harga wajar.

“Saat ini yang terjadi adalah turbulensi pasar dan akan menemukan keseimbangan setelah pasokan dan permintaan stabil berdasarkan realitas objektif komoditas dan kebutuhan masyarakat,” kata Budi Gunawan dalam keterangan, Senin (21/3/2022).

Harga yang dikeluhkan tinggi saat ini, lanjut Kepala BIN, tidak bisa dipersepsikan semata karena kebijakan pencabutan HET.

Perlu diingat, kenaikan harga minyak goreng telah terjadi jauh sebelumnya, didorong mekanisme keekonomian komoditas di Tanah Air yang juga dipengaruhi kondisi umum industri minyak nabati dunia.

Ada masalah pada rantai pasokan karena pandemi Covid-19, perubahan cuaca yang menekan produksi, naiknya permintaaan karena kebutuhan biodiesel dan minyak nabati, hingga konflik Rusia-Ukraina yang juga signifikan memangkas produksi.

Baca juga: PDIP Respons Komentar Miring Terhadap Megawati Soal Minyak Goreng: Mereka Belum Belajar

Saat kondisi itu coba dikendalikan dengan mekanisme HET melalui Permendang Nomor 06 Tahun 2022 pada Januari lalu, ternyata yang terjadi adalah distorsi pasar.

Produsen memilih menahan produksi atau menjualnya ke luar negeri karena alasan kelayakan usaha.

Akibatnya, minyak goreng langka dan terjadian antrean masyarakat untuk mendapatkannya.

Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Jenderal Pol Prof Dr Budi Gunawan SH MSi (ist)

“Pemerintah tidak mungkin membiarkan fenomena itu. Maka kebijakan koreksi diambil. HET minyak kemasan dicabut, tapi minyak curah untuk masyarakat bawah tetap dipastikan terjangkau dengan HET Rp 14.000 per liter,” ujar Budi Gunawan.

Hal yang perlu diingat, lanjut Budi Gunawan, langkah pencabutan HET juga disertai kebijakan menaikkan pungutan ekspor kelapa sawit mentah dan produk turunannya.

Baca juga: Polri Pastikan Video Diduga Minyak Goreng Tumpah ke Laut yang Viral di Media Sosial Hoaks

Aturan ini, selain akan menambah dana kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk mensubsidi minyak goreng curah, juga akan membuat eksportir memilih menjual CPO di dalam negeri daripada ke luar.

Hal ini akan turut mendorong keseimbangan harga dalam beberapa waktu ke depan.

“Asas keadilan ditegakkan di sini. Pemerintah menarik keuntungan ekspor untuk didistribusikan dalam bentuk subsidi minyak curah untuk masyarakat bawah dan industri kecil menengah," katanya.

Hal yang tak kalah penting, kata dia kebijakan ini sebenarnya memotong insentif ekspor komoditi ini.

"Insentif yang terlalu besar ini yang mendistorsi pelaksanaan kebijakan sebelumnya. Dengan pengawasan yang baik dan penegakan hukum yang tegas bagi pelanggar, kebijakan baru ini bisa mengurai kisruh minyak goreng di Tanah Air,” lanjut dia.

Baca juga: Ketua KPK Minta Mendag Panggil Bimoli, Tropical, Hingga Filma Terkait Kelangkaan Minyak Goreng

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan keadaan ini lebih baik ketimbang sebelum pemerintah mencabut HET Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan. Menurutnya, Permendag No. 11/2022, 16 Maret 2022 mendorong produsen membuka stok.

"Jadi saat ada HET, mereka tidak mengeluarkan stok. Saat HET dihentikan, stok pun dikeluarkan. Jadi memang pembentukan harga keekonomian minyak goreng ini selain dipengaruhi harga CPO dunia, juga karena hitung-hitungan korporasi. Untuk cegah kelangkaan stok, kami setuju HET dicabut. Kami ingin ada stok melimpah," kata Abdullah.

Pada prinsipnya, menurut Budi Gunawan, persoalan minyak goreng dan komoditas lain yang sangat fluktuatif dalam ketersediaan dan harga, serta rentan pengaruh faktor eksternal, harus dihadapi dengan pendekatan the whole of society.

Semua elemen Bangsa harus bermitra dan berpartisipasi menyelesaikannya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini