TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menyoroti eskalasi kekerasan di Papua yang semakin meningkat.
Hasanuddin mengatakan, belum usai duka dan prihatin atas kejadian penyerangan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Pos Koramil Gome, Kabupaten Puncak, Papua, akhir Januari 2022 yang mengakibatkan 3 prajurit gugur, terjadi lagi insiden tewasnya 8 karyawan PT Palapa Timur Telematika (PTT) di Kampung Kago, Distrik Ilaga, Puncak, Papua pada Rabu (2/3).
Kemudian terjadi lagi penyerangan Pos Satgas Mupe Marinir-3 di Kampung Dikware Bawah, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, Sabtu (26/3) yang mengakibatkan 10 prajurit luka berat bahkan 2 diantaranya meninggal dunia.
"Saya sangat prihatin dan menyampaikan duka yang sedalam-dalamnya. Korban rakyat, TNI dan Polri sudah bergelimpangan. Demi kemanusiaan dan perdamaian kekerasan di Papua perlu dilakukan tindakan serius," kata Hasanuddin, kepada wartawan, Senin (28/3/2022).
Legislator PDIP itu mengungkapkan, walaupun sudah dikeluarkan otonomi khusus (otsus) baru dan rencana pemekaran, tapi kedua konsep ini menjadi pro dan kontra.
"Terlebih saat ini sistem persenjataan yang dimiliki gerombolan semakin banyak dan modern seperti M16 yang dilengkapi pelontar granat, SS 1, Getmi (G3) dan lainnya. Dibandingkan 10 tahun lalu yang mungkin masih menggunakan senapan laras panjang rakitan," ujarnya.
Baca juga: Aksi Penyerangan di Bandara Kenyam Papua Bukan yang Pertama, Pernah Terjadi 2 Kali Tahun 2018
Hasanuddin menyoroti gerakan politik tokoh papua merdeka di luar negeri seperti Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat, Benny Wenda, semakin masif bahkan mendapat dukungan dari parlemen beberapa negara lain.
Sementara, kata dia, proses penyelesaian masalah Papua di dalam negeri masih belum komprehensif.
Hasanuddin menilai, perubahan istilah dari OPM, KKB dan sekarang menjadi teroris belum merubah situasi lebih damai justru eskalasinya semakin meningkat
"Saran saya harus dirumuskan sebuah keputusan politik negara, diinisiasi oleh pemerintah. Keputusan ini harus komprehensif dan menjadi pedoman untuk dijabarkan menjadi strategi penanganan," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan setelah ada kebijakan politik negara barulah TNI, Polri dan unsur-unsur lainnya merumuskan strategi penanganannya bersama komponen lain .
"Setelah itu baru satuan satuan di bawah (Kodam, Polda dan lain lain) membuat konsep operasi dan konsep tehnisnya. Jadi ada satu kesatuan pikir dan hirarki penanganan yang jelas," pungkasnya.