Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali permohonan yang diajukan budayawan Jaya Suprana terkait pengujian Undang-Undang (UU) terhadap pasal 222 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT).
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengatakan keputusan tersebut dituangkan dalam ketetapan nomor 16/PUU-XX/2022.
"Menetapkan. Satu, mengabulkan penarikan kembali permohonan pemohon," kata Anwar dalam sidang pengucapan putusan/ketetapan yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI pada Selasa (29/3/2022).
Pada amar putusan kedua, MK menyatakan permohonan nomor 16/PUU-XX/2022 mengenai pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6109) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditarik kembali.
Ketiga, lanjut Anwar, menyatakan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo.
Baca juga: Ketika Jaya Suprana Ditegur Karena Tidak Berdiri Saat Hakim Konstitusi Masuk Ruang Sidang
"Keempat, memerintahkan Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mencatat perihal penarikan kembali pemohon Nomor 16/PUU-XX/2022 dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BPRK) dan mengembalikan salinan berkas permohonan kepada Pemohon," kata Anwar.
Dalam pertimbangannya, Anwar mengatakan MK telah menerima surat dari Pemohon tertanggal 14 Maret 2022 perihal Permohonan Pencabutan Pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Perkara nomor 16/PUU-XX2022).
Selanjutnya dalam poin d pertimbangan dikatakan bahwa terhadap pencabutan kembali permohonan Pemohon tersebut, Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 UU MK menyatakan 'Pemohon dapat menarik kembali Permohonan sebelum, atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan' dan terhadap penarikan kembali mengakibatkan Permohonan a quo tidak dapat diajukan kembali.
Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, Rapat Permusyawaratan Hakim pada 16 Maret 2022 telah berkesimpulan pencabutan atau penarikan kembali permohonan tersebut dan beralasan menurut hukum dan Pemohon tidak dapat memgajukan kembali permohonan a quo.
Baca juga: Jaya Suprana Ajukan Judicial Review Soal Presidential Threshold Ke Mahkamah Konstitusi
"Karena itu, Rapat Permusyawaratan Hakim memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mencatat pencabutan atau penarikan kembali permohonan Pemohon dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik dan mengembalikan berkas permohonan kepada Pemohon," kata Anwar.
Diberitakan sebelumnya budayawan Jaya Suprana mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang (UU) terhadap pasal 222 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) ke Mahkamah Konsitusi (MK).
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada pada Selasa (8/3/2022), Jaya hadir secara daring sebagai prinsipal tanpa didampingi kuasa hukum.
Pada kesempatan yang diberikan oleh pimpinan Panel Hakim Konstitusi, Jaya mengungkapkan alasannya mengajukan permohonan tersebut.
Jaya mengatakan permohonan tersebut tidaklah berkaitan langsung dengan dirinya dalam konteks kepentingan politik.
Namun demikian, aturan tersebut menurutnya membatasi hak setiap warga negara Indonesia untuk maju mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Warga negara yang dimaksud oleh Jaya adalah mereka yang memiliki potensi dan kemampuan namun tidak memiliki akses kepada partai politik dan tidak memiliki dana yang cukup.
Hal tersebut disampaikannya dalam sidang yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI pada Selasa (8/3/2022).
"Hanya memikirkan alangkah sayangnya apabila ada teman-teman saya yang mampu, saya tidak sebut nama, tapi yang menurut saya mampu dan mau menjadi capres tetapi mereka kehilangan haknya, kehilangan kesempatannya untuk maju sebagai capres karena tidak mungkin memenuhi syarat yang diajukan di dalam apa yang disebut sebagai Presidential Threshold," kata Jaya.
Dalam sidang tersebut tidak Jaya tidak mengucapkan baik terkait kewenangan Mahkamah, legal standing, alasan permohonan, maupun petitum permohonan.
Namun demikian, dalam persidangan terungkap ada tiga poin petitum yang diajukannya.
Satu di antara petitum tersebut yakni agar norma pasal 222 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bertentangan dengan pasal 6 ayat 2 dan pasal 6a UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Panel Hakim Konstitusi yang memimpin jalannya persidangan tersebut yakni Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, serta Manahan MP Sitompul.