TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, memberi penjelasan terkait kasus pornografi yang ikut menyeret komika Marshel Widianto.
Diketahui, Marshel diperiksa penyidik Polda Metro Jaya hari ini, Kamis (7/4/2022) lantaran membeli konten video porno milik Dea OnlyFans.
Menurut Fickar yang dilarang adalah transaksi jual beli konten video pornografi.
Sehingga kepolisian memiliki kewenangan untuk memanggil dan menahan seseorang yang terlibat dalam transaksi tersebut.
Dan juga menurutnya penikmat video dewasa bisa dipidana jika video tersebut disebarluaskan ke ruang publik.
Baca juga: Borong 76 Video Dea OnlyFans untuk Menolong, Marshel Widianto Tegaskan Jadi Konsumsi Pribadi
Baca juga: Terseret Kasus Asusila, Marshel Widianto Banjir Dukungan, Sebagai Lelaki Kelakuannya Dimaklumi
"Kalau memang diketahui ada transaksi mengenai pornografi, kepolisian punya kewenangan untuk memanggil, bahkan dilihat undang-undangnya ancamannya lima tahun lebih, polisi punya kewenangan untuk menahan selain memanggil,"
"Artinya kalau ada orang yang dicurigai mengedarkan atau bahkan menikmati untuk diri sendiri kalau ketahuan bisa kena,"
"Intinya itu kalau beredar di ruang publik tentang porno kalau menikmati sendiri di kamar mandi ya enggak ada masalah tapi ketika masuk ruang publik maka menjadi tindak pidana," kata Fickar dikutip dari acara Kabar Siang tvOneNews, Kamis (7/4/2022).
Larangan Transaksi Konten Pornografi
Larangan mengenai jual beli konten pornografi diatur dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
Pada pasal 4 ayat (1) UU Pornografi dijelaskan bahwa "Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi "
Lalu dalam pasal 5 ditegaskan "Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (1)"
"Itu kan ada UU mengenai pornografi. Jadi karena itu diperdagangkan, konteksnya yang dilarang itu diperdagangkannya,"
"Jadi tidak cukup yang diproses itu yang membeli, tapi juga yang menjualnya, karena yang dilarang itu transaksinya" kata Fickar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/4/2022).