News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jokowi Didemonstrasi

Respons Demo 11 April, Adian Napitupulu Bela Jokowi Lewat 2 Tulisan, Ungkap Harga BBM Tiga Presiden

Penulis: Daryono
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Adian Napitupulu dan Presiden Jokowi. Menurut Adian, isu perpanjangan masa jabatan presiden bukan dilontarkan oleh Jokowi, melainkan oleh sejumlah menteri Jokowi.

TRIBUNNEWS.COM - Rencana demonstrasi mahasiswa di Jakarta pada Senin, 11 April 2022 besok direspons oleh para pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Respons di antaranya datang dari mantan aktivis 1998 yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Adian Yunus Yusak Napitupulu atau akrab disapa Adian Napitupulu.

Pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) ini membuat dua tulisan terkait rencana demo 11 April 2022.

Di tulisan pertama, terkait isu perpanjangan masa jabatan Presiden, Adian mempertanyakan mengapa mahasiswa mendemo Jokowi.

Adian menyebut ada yang melempar batu, namun sembunyi tangan.

Menurut Adian, isu perpanjangan masa jabatan presiden bukan dilontarkan oleh Jokowi, melainkan oleh sejumlah menteri Jokowi.

Di tulisan kedua, Adian mengungkap perbandingan harga BBM di era Presiden Soeharto, SBY hingga Jokowi.

Baca juga: Polisi Siap Amankan Demo Mahasiswa 11 April Besok, Berapa Jumlah Aparat yang Dikerahkan?

Berikut dua tulisan Adian Napitupulu yang diterima Tribunnews.com: 

(Tulisan pertama)

LEMPAR BATU SEMBUNYI TANGAN

Yang bicara Perpanjangan masa jabatan Presiden bukanlah Jokowi tapi ada tiga Menteri lalu kenapa yang di demo Jokowi bukan para Menteri itu? Ada tiga Ketua Partai yang bicara perpanjangan masa jabatan Presiden tapi sekali lagi kenapa yang di Demo Jokowi bukan tiga partai itu? Yang bicara Presiden 3 Periode itu salah satu lembaga Survey dan salah satu kader Partai tapi kenapa yang di demo Jokowi bukan lembaga Survey atau Kantor partai ?

Untuk merealisasikan Perpanjangan atau pun merubah dari 2 Periode menjadi 3 Periode kewenangannya ada di Senayan bukan di Istana tapi kenapa yang di Demo justru Istana bukan Senayan?

Yang mengatakan tidak berminat 3 periode adalah Jokowi. Yang mengatakan bahwa mereka yang menginginkan 3 Periode adalah orang yang cari muka juga Jokowi. Yang mengatakan bahwa mengenai masa Jabatan ia akan tunduk pada Konstitusi adalah Jokowi, yang mengatakan bahwa menteri tidak boleh lagi bicara tentang perpanjangan masa Jabatan juga Jokowi. Tapi aneh kenapa yang di Demo justeru Jokowi?
Membingungkan ya?

Kalau kita tanya kenapa yang di Demo Jokowi maka kita akan masuk pada ruang perdebatan dengan argumentasi yang tidak jauh dari asumsi terhadap perasaan Jokowi, terhadap dugaan bahwa semua pernyataan para Menteri dan Ketua Umum Partai tersebut berasal dari keinginan Jokowi. Para insan Terpelajar dan Intelektual itu kemudian tidak lagi mengkaji apa yang di katakan tapi menganalisa perasaan, mendiskusikan keinginan dalam hati Jokowi bukan pernyataan yang di sampaikan.

Wacana perpanjangan maupun tiga periode tersebut membuat banyak orang menjadi gelisah lalu sibuk menganalisa perasaan dan keinginan Jokowi, karena menganalisa rasa tidak punya alat ukur maka sebagian Mahasiswa konon berencana Demo besar besaran ke Istana tanggal 11 April nanti. Nah kalau situasi sudah seperti ini kemana para Menteri dan Ketua Partai yang melemparkan wacana itu? Kenapa semua tiba tiba menjadi diam dan seolah membiarkan semua dampak dari ide dan wacana yang mereka lemparkan di tanggung akibatnya sendirian oleh Jokowi. Tidak ada satupun dari pemilik wacana yang berteriak lantang pasang badan berkata : "Demo kami, jangan Jokowi.... demo ke tempat saya, jangan ke Istana !!!"

Cerita belum berakhir, di sosial media baik Whatsapp, Tiktok dll muncul beragam narasi tuntutan yang berkembang, tidak lagi soal wacana perpanjangan maupun 3 periode belaka, sekarang bahkan ada poster atas nama Mahasiswa yang isinya menuntut agar Jokowi mundur dari jabatan Presiden.

Untunglah Mahasiswa segera membantah bahwa tuntutan Jokowi Mundur bukanlah tuntutan Mahasiswa dan Poster itu Hoax belaka. Nah lho.... lalu tuntutan Jokowi mundur itu tuntutan siapa dong? Lalu yang membuat poster Hoax itu siapa dong?

Di pemerintah ada yang lempar wacana lalu sembunyi, di rencana Demo juga ada yang lempar poster lalu sembunyi.... ternyata pepatah lempar batu sembunyi tangan tidak cuma terjadi di lingkaran kekuasaan tapi juga dalam aksi di jalanan. Mau di manapun itu, istana maupun jalanan, sepertinya para "pelempar batu sembunyi tangan" itu mungkin selalu ada walau dilakukan orang yang berbeda namun berangkat dari motif yang sama yaitu, duduk di lingkaran kekuasaan. Ada yang ingin kekuasaan melalui perpanjangan masa jabatan ada juga yang melalui penggulingan kekuasaan.

Kalo berangkat dari cerita lempar batu sembunyi tangan maka tidak Presiden tidak juga Mahasiswa saat ini jangan jangan sama sama sedang menjadi "korban klaim". Kalau benar begitu, mungkin ada baiknya Presiden Jokowi dan Mahasiswa duduk ngopi bareng di tepi Danau Lebak Wangi sambil bakar ikan dan main gitar di bawah rembulan. Kopi mungkin tidak menjanjikan apa apa, tapi semoga bisa membuat kita duduk bersama, gitar juga tak bisa menyelesaikan masalah tapi setidaknya bisa membuat kita bernyanyi bersama tentang Cinta kita pada Indonesia.

Jakarta, 8 April 2022

Hormat Saya

Adian Napitupulu

Sekjen PENA 98 (Persatuan Nasional Aktivis 98)

(Tulisan kedua)

Tanggal 11 April nanti konon akan ada aksi massa besar besaran di berbagai kota. Menurut informasi yang beredar, salah satu tuntutannya terkait dengan harga BBM.

Setahu saya harga BBM yang naik itu adalah jenis Pertamax dari Rp 9.000,- menjadi Rp 12.500,- kenaikan tersebut di sebabkan banyak faktor baik dalam dan luar negeri.

Kenaikan harga pertamax tentu berdampak langsung pada ekonomi, khususnya ekonomi menengah ke atas karena yang menggunakan Pertamax umumnya adalah mobil atau motor pribadi yang masuk kategori menengah dan mewah dengan kisaran harga mobil antara ratusan juta Rupiah hingga Milyaran Rupiah.

Jadi kalau ada aksi menolak kenaikan harga Pertamax maka tentu yang sangat terbela dan di untungkan bukan Tukang Ojek, Supir Angkutan Umum, Angkutan sayur mayur dan ekonomi lemah lainnya tetapi sekitar 14% kelas menengah keatas pengguna Pertamax yang pendapatannya boleh jadi di kisaran Rp 15 juta perbulan hingga tak terhingga.

Tapi ya sudahlah, cara pandang, kepentingan dan tujuan kan bisa beda beda. Walau demikian mungkin tulisan tentang perbandingan Harga BBM dari tiga Presiden ini bisa untuk pembanding data dari yang lainnya. 

Perbandingan ini di buat dengan beberapa catatan yaitu, pertama, harga BBM yang di bandingkan adalah jenis Premium dan atau Pertalite. Kedua, Perbandingan menggunakan UMR Jakarta dalam beberapa kurun waktu.

Pada tahun 1991 harga Premium Rp 150,- perliter sementara UMR saat itu Rp 18.200 per bulan. Dengan perbandingan itu maka upah pekerja dalam satu bulan hanya mampu membeli sekitar 121 liter Premium.

Tahun 1998 Premium naik sekitar 700% dari tahun 1991. Dari Rp 150 perliter menjadi Rp 1.200,- perliter sementara UMR naik menjadi Rp 154.000 perbulan. Jadi upah satu bulan setara dengan 128 liter Premium.

Pada saat SBY dilantik menjadi Presiden harga Premium Rp 1.810,- sementara UMR saat itu Rp 672.000 perbulan. Perbandingan upah 1 bulan setara dengan 371 liter Premium.

Di akhir pemerintahan SBY pada 2014 harga Premium menjadi Rp 6.500 per liter atau naik sekitar 259% dari harga awal SBY di lantik. Pada tahun terakhir SBY menjabat UMR berada di angka Rp 2.441.000.

Dengan besaran UMR tersebut di banding harga Premium maka upah satu bulan setara dengan 375 liter premium.

Pada saat Jokowi di lantik harga Premium Rp 6.500 lalu naik menjadi Rp 7.500 tetapi turun lagi menjadi Rp 6.450 perliter. Pada saat itu UMR perbulan Rp 2.700.000,- atau setara dengan 360 liter Premium.

Jelang delapan tahun pemerintahan Jokowi Premium berkurang drastis dan di gantikan dengan Pertalite yang secara kualitas lebih tinggi dari Premium namun harga juga naik menjadi Rp 7.650 perliter.

Jadi kenaikan harga Premium 2014 ke Pertalite 2022 berada di kisaran 16%. Di saat harga Pertalite Rp 7.650 perliter, tingkat UMR saat ini Rp 4.453.000 perbulan. Dengan demikian maka 1 bulan upah setara dengan 582 liter Pertalite.

Singkatnya di Pemerintahan Soeharto BBM naik 700% sementara dalam 10 tahun Pemerintahn SBY BBM naik 259% sedangkan di 8 tahun pemerintahan Jokowi kenaikan BBM Premium ke Pertalite naik sekitar 16% saja.

Akhir kata, saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua hingga dapat melihat permasalahan lebih logis dan terang benderang.(*)

AKSES DAN BACA BERITA GOOGLE NEWS

(Tribunnews.com/Daryono)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini