Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah lika-liku panjang, akhirnya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi disetujui menjadi undang-undang.
Berbagai kalangan dari elite sampai masyarakat umum pun gembira atas pengesahan undang-undang yang sejak lama dibahas di parlemen.
Termasuk juga Anggota DPR RI, KH Maman Imanulhaq yang sejak dulu memang getol menyuarakan perlawanan terhadap kejahatan seksual.
Dia memberikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam pembahasan UU TPKS sehingga keluar produk hukum yang komprehensif dan berperspektif korban dalam penanganan kasus kekerasan seksual.
Apalagi, Maman, belum lama ini juga muncul kabar baik yakni pelaku pemerkosaan belasan santriwati divonis mati oleh lembaga peradilan.
Kabar itu, bersama pengesahan UU TPKS, menjadi momentum perlawanan terhadap kejahatan seksual yang begitu meresahkan.
"Saya tentunya bersyukur akhirnya RUU TPKS disahkan sebagai undang-undang. Ini bukti bahwa kita sebagai negara bangsa serius dalam upaya pemberantasan terhadap kekerasan seksual, kata Kiai Maman kepada wartawan, Selasa (12/4/2022).
Fraksi PKB, imbuh Kiai Maman, sejak awal konsisten memperjuangkan pengesan UU TPKS ini.
Termasuk para srikandi Anggota DPR RI Fraksi PKB yang begitu semangat terlibat dalam pembahasan baik di parlemen maupun pada kajian publik.
Pada ujungnya, Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi ini berharap, UU TPKS bakal secara signifikan mengurangi jumlah kejahatan seksual.
Pengesahan ini, kata Kiai Maman, juga sebagai simbol perlawanan negara terhadap pelaku kekerasan seksual yang biasa menyasar perempuan dan anak-anak.
"Setelah sekian lama, saat ini kita punya payung hukum yang powerful untuk menjerat pelaku kejahatan seksual. Kita berharap semoga tidak ada lagi berita-berita tindak pidana kekerasan seksual yang menyesakkan dada," pungkas Kiai Maman.
Untuk diketahui, dalam UU TPKS yang baru disahkan ini, setidaknya terdapat sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual, salah satunya yakni pelecehan seksual verbal atau non-fisik.
Selanjutnya ada pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; kekerasan seksual berbasis elektronik; penyiksaan seksual; dan eksploitasi seksual; sementara yang terakhir yakni perbudakan seksual.