TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmidzi menanggapi soal laporan Kemenlu Amerika Serikat menuding aplikasi PeduliLindungi diduga melanggar HAM.
Diketahui, PeduliLindung menjadi aplikasi wajib bagi masyarakat ketika akan memasuki ruang publik.
Setelah membaca laporan itu secara rinci, Nadia menjelaskan sebenarnya AS tidak menyebut ada dugaan pelanggaran HAM.
Baca juga: Cara Isi e-HAC di Aplikasi PeduliLindungi Sebagai Syarat Mudik Lebaran Naik Pesawat 2022
Tetapi, lebih kepada mempertanyakan bagaimana pemerintah melindungi data pribadi masyarakat di dalam aplikasi itu.
Dalam laporan itu, kata Nadia, aplikasi PeduliLindungi juga disebutkan sekali saja dengan istilah Care Protect.
"Hanya saja dalam laporan, disampaikan bahwa ada express concern, jadi ada ekspresi daripada concern dari LSM yang menanyakan sebenarnya bagaimana terkait data-data (masyarakat) yang dikumpulkan di dalam aplikasi. Dan bagaiman data itu disimpan dan digunakan pemerintah."
"Sebenarnya jelas bahwa disini tidak ada kata-kata bahwa aplikasi ini melakaukan pelanggaran HAM, " kata Nadia dalam tayangan Sapa Indonesia Pagi, Senin (18/4/2022) dikutip dari siaran langsung Kompas TV.
Nadia melanjutkan, memang aplikasi PeduliLindungi menggunakan data pribadi masyarakat seperti NIK sebagai data dasar.
Namun di sisi lain, ia memastikan pihaknya akan melindungi data masyarakat ini.
Satu di antaranya dengan cara menghapus data secara berkala, seperti pelacakan lokasi individu hingga hasil tes Covid-19 dari laboraturium.
Ia pun kembali menekankan aplikasi PeduliLindungi dibuat untuk penanganan pandemi Covid-19.
"Secara otomatis, history penghapusan penggunaan aplikasi. Misalnya data lokais, hasil laboraturim, dalam kurun waktu tertentu dalam beberapa minggu akan dihapus secara otomatis," kata dia.
Baca juga: AS Tuding soal Dugaan PeduliLindungi Langgar HAM, Ini Jawaban dari 3 Kementerian
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, terdapat sebuah laporan resmi yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS), pekan ini.
Laporan ini menganalisa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di 2021 di 200 negara.