TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Prof Romli Atmasasmita, mengatakan para tersangka kasus korupsi minyak goreng dapat dijerat ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Menurut dia, penyidik Kejaksaan Agung dapat menerapkan pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Dia menjelaskan, para tersangka diduga sudah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan 2 serta Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup atau hukuman mati.
“Seharusnya Kejaksaan Agung maksimalkan UU Tipikor,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, pada Kamis (21/4/2022).
Baca juga: Kejagung Ungkap Mendag Lutfi Berpotensi Bakal Diperiksa Kasus Mafia Minyak Goreng
Baca juga: Mensos Risma: BLT Minyak Goreng Kurangi Beban Masyarakat di Tengah Kenaikan Harga
Dia menilai upaya penerapan ancaman hukuman itu tepat karena sebanding dengan penderitaan rakyat Indonesia yang harus rela mengantre membeli minyak goreng bersubsidi karena adanya kelangkaan, bahkan sampai ada yang meninggal dunia karena kelelahan.
Untuk itu, kata dia, Kejagung jangan hanya berhenti pada penggunaan pasal-pasal dalam UU Perdagangan saja dalam menangani kasus ini.
"Momentum untuk bongkar mafia migor yang diperintah presiden hilang jika Kejagung berhenti pada UU Perdagangan saja," kata dia.
Untuk diketahui, pada Selasa (19/4/2022), Jaksa Agung ST Burhanuddin menetapkan status tersangka kepada empat orang terkait kasus minyak goreng.
Keempat orang itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI (Dirjen Daglu Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup Stanley MA dan General Manager PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang.
"Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat," ujar Burhanuddin.
Baca juga: Menanti Tersangka Baru Kasus Minyak Goreng di Tengah Desakan Usut Tuntas hingga ke Akar
Baca juga: Kasus Minyak Goreng: Mendag harus Diperiksa, Jangan Sampai Anak Buah hanya Jadi Kambing Hitam
Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e dan f UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Selain itu, para tersangka diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation) dan Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO.