TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kolonel Inf Priyanto yang tersangkut kasus penabrakan sejoli HandI dan Salsabila dituntut hukuman seumur hidup oleh oditur militer di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Priyanto dinilai terbukti secara sah dan menyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, melakukan penculikan, dan menyembunyikan mayat.
"Kami memohon agar majelis Pengadilan Tinggi II Jakarta menjatuhkan terhadap Kolonel Infanteri Priyanto dengan pidana pokok penjara seumur hidup," ujar Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy, Kamis (21/4/2022).
Usai dituntut seumur hidup Kolonel Inf Priyanto hanya terdiam dan sesekali menundukkan kepalanya.
Ia hadir saat Oditur Militer membacakan tuntutan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Tuntutan seumur hidup merupakan dakwaan dari pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Ancaman hukuman maksimal yang diberikan adalah seumur hidup.
Baca juga: Apakah Keluarga Salsabila Dendam pada Kolonel Inf Priyanto? Begini Jawaban Ibunda
Wirdel mengatakan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta memilih menuntut Kolonel Inf Priyanto seumur hidup karena terdakwa menunjukkan rasa penyesalan dan belum pernah bermasalah hukum sebelumnya.
Dua faktor tersebut menjadi hal yang meringankan.
Faktor meringankan lainnya Priyanto dinilai Oditur berterus terang dan mengakui perbuatannya sehingga memudahkan proses pemeriksaan.
Oditur juga memohon agar Priyanto dipecat dari instansi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Karena terdakwa dinilai melakukan tindak pidana melibatkan anak buahnya.
Priyanto dan dua anak buahnya membuang tubuh Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, usai menabrak sejoli tersebut di Nagreg pada 8 Desember 2021.
Ia bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, kemudian menjalani persidangan dan menjadi terdakwa.
Kolonel Sus Wirdel Boy usai sidang mengatakan pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang menyebut hukuman seumur hidup bagi anggota TNI AD yang terlibat kasus pidana pembunuhan menjadi patokan Oditur Militer.