TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - CEO Noid+ Carlos F. Sopamena mengatakan digital marketing yang terintegrasi dengan aktivitas on ground menjadi strategi dalam menghadapi endemi beberapa tahun ke depan.
Menurut Carlos, melihat consumptive behavior masyarakat Indonesia yang masih dinamis, brand juga harus melihat hal ini sebagai tantangan untuk menjangkau lebih dekat.
"Karena di digital itu shifting-nya cepat, brand juga harus cepat adjust. Jangan takut untuk coba sesuatu yang baru. Kalau pun gagal, ini jadi experiment dan experience, jadi bisa evaluasi lagi," ujar Carlos melalui keterangan tertulis, Sabtu (23/4/2022).
Menurut Carlos, online maupun offline marketing memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Sehingga integrated digital marketing dapat menutupi kekurangan keduanya sekaligus memberikan brand keuntungan ganda.
Menjangkau konsumen lebih dekat melalui berbagai platform digital, mulai dari website (microsite), media sosial, aplikasi, hingga digital ads, dapat membuat brand terlihat di mana-mana.
Namun, hal ini juga harus diiringi dengan kemudahan masyarakat untuk membeli secara langsung di toko terdekat.
"Brand harus bisa mulai mengubah pola pikir, enggak bisa cuma menjalankan online aja dan mengharapkan sesuatu yang lebih," ucap Carlos.
Menurutnya, menjaga eksistensi brand secara digital sangat penting. Namun, harus diimbangi dengan kemudahan pembelian, baik online maupun offline.
Baca juga: Dukung Transformasi Digital, Pengusaha Lokal Ciptakan Wadah bagi Penulis
Sementara itu, Managing Director Noid+ Teguh Kristianto mengungkapkan bahwa peningkatan terbesar ada di penggunaan media sosial.
Menurutnya, peningkatan inilah yang seharusnya dilihat sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan brand awareness.
"Pada saat pandemi itu, digital marketing naik karena penggunaan media sosial jelas meningkat. Layanan Over-the-Top, seperti Netflix, VIU, dan YouTube itu viewers-nya makin banyak," ungkap Teguh.
"Juga banyak content creator yang baru muncul dan tiba-tiba subscribers-nya naik, viewers-nya tinggi. Jadi, kalau brand yang sudah aware dengan digital marketing, justru pada saat pandemi bisa sustain dan bahkan penjualan online malah meningkat," tambah Teguh.
Namun, Teguh menambahkan bahwa platform digital bukanlah faktor utama kesuksesan digital marketing.
Sehingga untuk mendapatkan perhatian konsumen, brand harus dapat menghadirkan konten yang relevan dan riding the moment, bukan sekadar viral.
"Platform digital yang ada harus kita manfaatkan. Caranya bisa dengan menghadirkan konten yang tepat dengan message yang pas. Cara approach-nya juga harus diperhatikan. Di sini, brand jangan takut mencoba semua platform dan explore ide, selama masih ada relevansi dengan brand dan produknya," jelas Teguh.
Seperti diketahui, sejak Maret 2020, pandemi menghantam keras semua lini perekonomian nasional, bahkan dunia.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia mencatat pada Q3 2020 terdapat 66,09% bisnis yang mengalami penurunan pendapatan dan 67,77% di antaranya masuk dalam kategori UMK (Usaha Mikro Kecil).
Sementara itu, pada 2021, sebanyak 28,10% UMB (Usaha Menengah Besar) juga mengaku mengalami penurunan harga produk.
Akhirnya, pelaku bisnis pun harus beradaptasi untuk dapat bertahan dan bangkit di tengah terpuruknya perekonomian nasional.
Badan Pusat Statistik juga mencatatkan peningkatan pencarian kata kunci terkait konsumsi masyarakat pada mesin pencarian Google di masa awal pandemi.