TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat mewaspadai ancaman terjadinya tsunami pada malam hari, seiring meningkatnya aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, status Gunung Anak Krakatau saat ini sudah meningkat dari level 2 atau waspada menjadi level 3 atau siaga.
"Dengan meningkatnya level aktivitas Gunung Anak Krakatau dari level 2 menjadi level 3, masyarakat diminta untuk waspada terhadap potensi gelombang tinggi atau tsunami, terutama di malam hari," kata Dwikorita dalam konferensi pers virtual di akun YouTube Info BMKG, Senin (25/4/2022) malam.
Ia kemudian menjelaskan bahwa secara historis Gunung Anak Krakatau pernah menimbulkan tsunami beberapa kali, dan hal itu bisa saja terjadi lagi.
Baca juga: BPBD Banten Ungkapkan Daftar Wilayah Terancam Tsunami Akibat Erupsi Gunung Anak Krakatau
Sementara di sisi lain masyarakat sulit melihat secara visual adanya gelombang tinggi yang mendekati pantai pada malam hari akibat aktivitas GAK.
Menurut Dwikorita, pada malam hari pemantauan berbagai kemungkinan dari arah laut tidak dapat dilakukan lantaran tidak terlihat jelas.
Dwikorita memastikan BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus memonitor potensi dampak erupsi gunung aktif yang saat ini berlangsung.
"Untuk antisipasi potensi terjadi tsunami akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau, BMKG bersama PVMBG-Badan Geologi di bawah Kementerian ESDM, terus memonitor perkembangan Gunung Anak Krakatau dan muka air laut di Selat Sunda," ucapnya.
Terkait tsunami yang pernah ditimbulkan Gunung Anak Krakatau, Kepala Badan Geologi, Eko Budi Lelono mengatakan Gunung Anak Krakatau pernah menimbulkan tsunami Selat Sunda pada 2018.
Baca juga: Gunung Anak Krakatau Siaga, BMKG Minta Pemda Siapkan Rencana Evakuasi
Kala itu tsunami diduga disebabkan oleh longsoran di barat daya gunung yang didahului letusan. Namun kini kata Eko, kondisi Gunung Anak Krakatau tidak sama seperti saat 2018.
"Belajar dari 2018 yang memicu tsunami. Mungkin saat ini volumenya belum sebesar itu dan belum curam. Tapi kami terus memonitor," kata Eko.
Menurut Eko kondisi gunung saat ini belum begitu besar. Aktivitas gunung masih membentuk badan baru.
"Ini kan setelah 2018 gunung saat ini dan beberapa ke depan Gunung Anak Krakatau membentuk badan baru. Ini terus kita pantau atau nanti kalau volumenya sudah besar ini kita waspadai bersama potensi untuk runtuh dan memicu tsunami," kata Eko.
Meski demikian, kewaspadaan tetap harus dijaga.