TRIBUNNEWS.COM - Bupati Bogor Ade Yasin resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan suap.
Ade ditetapkan menjadi tersangka bersama ketiga anak buahnya dan empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
Ia diduga menyuap jajaran pemeriksa dari BPK Jawa Barat untuk melakukan audit interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2021 Pemkab Bogor.
Hal ini dilakukan dengan tujuan laporan keuangan pemerintah kabupaten (Pemkab) Bogor bisa meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Baca juga: Ade Yasin Terjaring OTT KPK, Bagaimana Reaksi Rahmat Yasin?
Baca juga: Sempat Larang ASN Terima Gratifikasi, Bupati Bogor Ade Yasin Justru Kini Terancam Lebaran di Bui
Namun, Ade membantah tuduhan dirinya terlibat kasus suap tersebut.
Ade mengklaim inisiatif menyuap auditor BPK untuk mendapat WTP datang dari anak buahnya.
Sebagai pemimpin ia mengaku ditangkap karena harus dipaksa bertanggung jawab atas ulah tersebut.
Ia membantah dengan mengatakan hal tersebut inisiatif yang membawa bencana.
"Saya dipaksa untuk bertanggung jawab terhadap perbuatan anak buah saya, sebagai pemimpin, saya harus siap bertanggung jawab,"
"Itu ada inisiatif dari mereka, jadi ini namanya IMB ya, inisiatif membawa bencana,"ujar Ade Yasin ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022), dilansir Kompas.com.
Identitas dan Peran 8 Tersangka
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan delapan tersangka.
Berikut identitas dan peran tersangka sebagaimana dilansir Tribunnews.com:
Sebagai pemberi suap:
1. Ade Yasin (AY), Bupati Bogor periode 2018-2023;
2. Maulana Adam (MA), Sekdis Dinas PUPR Kab. Bogor;
3. Ihsan Ayatullah (IA), Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor;
4. Rizki Taufik (RT), PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor.
Baca juga: Ini Penampakan Uang yang Disita KPK dari OTT Bupati Bogor Ade Yasin
Baca juga: Ade Yasin Menambah Daftar Kepala Daerah di Jawa Barat yang Ditangkap KPK
Sebagai penerima suap:
1. Anthon Merdiansyah (ATM), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis;
2. Arko Mulawan (AM), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Ketua Tim
Audit Interim Kab. Bogor;
3. Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa;
4. Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa.
Kronologi Penangkapan Ade Yasin
Tim KPK mengamankan 12 orang pada Selasa sekira pukul 23.00 WIB di wilayah Kota Bandung dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan adanya pemberian uang dari Bupati Kabupaten Bogor melalui orang kepercayaannya kepada anggota tim audit BPK Perwakilan Jawa Barat lalu tim KPK bergerak untuk mengamankan pihak-pihak dimaksud," ucap Firli, Kamis, dilansir Tribunnews.com.
Pada Selasa pagi, tim menuju ke sebuah hotel di Bogor.
Namun, setelah para pihak menerima uang, selanjutnya mereka pulang ke Bandung.
Sehingga, KPK membagi 2 tim di mana 1 tim di antaranya bergerak menuju Bandung mengamankan para pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat beserta barang bukti uang yang ada padanya.
Firli mengatakan, tim mengamankan empat pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat dimaksud yang saat itu sedang berada kediamannya masing-masing di Bandung pada Selasa malam.
Saat itu juga tim langsung mengamankan dan membawa menuju Gedung Merah Putih KPK di Jakarta.
"Paralel dengan penangkapan di Bandung, Rabu (27/4/2022) pagi, tim juga mengamankan Bupati Kabupaten Bogor di rumahnya dan pihak-pihak lain antara lain pejabat dan ASN Pemkab Bogor di rumah tempat tinggal masing-masing di wilayah Cibinong, Kabupaten Bogor," terang Firli.
Pasal yang Disangkakan
Sebagai pemberi, AY, MA, IA, RT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara sebagai penerima, ATM, AM, HNRK, GGTR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Nuryanti/Ilham Rian Pratama) (Kompas.com/Irfan Kamil)