Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus ujaran kebencian, Edy Mulyadi menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (10/5/2022).
Dalam hal ini, Edy meminta Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bisa melakukan persidangan dengan adil dan transparan.
"Pengadilan adalah tempat masyarakat mencari keadilan dan saya berharap betul-betul ini akan berproses secara adil, transparan, murni secara hukum sehingga nanti akan divonis secara adil juga," kata Edy di PN Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2022).
Selain itu, Edy mengingatkan kepada Hakim dan Jaksa soal keputusan yang adil akan berjalan lurus dengan pertanggungjawaban nanti di akhirat.
"Kalau adil Allah akan berikan ganjaran surga Insyallah, kalau tidak adil mohon maaf neraka jahanam. Itu aja intinya," jelasnya.
Di sisi lain, dia juga meminta maaf atas pernyataannya yang menyebut wilayah Ibu Kota Negara (IKN) yang baru yakni di Kalimantan Timur sebagai tempat jin buang anak.
"Saya sekali lagi saya minta maaf, itu penting, saya minta maaf ke teman-teman dan saudara saya di Kalimantan," jelasnya.
Sebagai informasi, Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan penyebaran berita bohong alias hoax pada Senin (31/1/2022).
Baca juga: Di Persidangan, Edy Mulyadi Minta Maaf ke Warga Kalimantan soal Ucapan Jin Buang Anak
Usai ditetapkan tersangka, Edy Mulyadi juga langsung dilakukan penangkapan oleh penyidik Polri. Setelah itu, dia langsung dilakukan proses penahanan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Edy Mulyadi tersangkut kasus ujaran kebencian seusai pernyataannya soal 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak' viral di media sosial. Pernyataannya itu pun menuai banyak kecaman dari masyarakat Kalimantan.
Adapun tersangka disangkakan melanggar Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan /atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau pasal 156 KUHP.