TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus objektif dan profesional dalam mengangkat penjabat kepala daerah baik penjabat (Pj) gubernur, bupati dan atau wali kota.
“Prinsipnya, Kemendagri harus objektif, transparan serta memperhatikan kualitas calon penjabat kepala daerah dengan tetap mengacu kepapada ketentuan yang berlaku,” kata Margarito Kamis kepada wartawan, Rabu (11/5/2022) malam.
Menurut Margarito, untuk mengisi posisi sebagai bupati atau penjabat wali kota maka gubernur mengusulkan calon penjabat kepala daerah kepada Kemendagri.
Kemudian, Kemendagri memilih calon yang diusulkan gubernur untuk diangkat menjadi penjabat bupati atau penjabat wali kota.
“Menurut saya, penjabat kepala daerah otomatis bukan calon yang berlatar belakang partai politik karena aturannya demikian. Pasti ASN yang dianggap layak dan menenuhi kriteria untuk mengisi jabatan sebagai penjabat bupati atau wali kota,” tegas Margarito.
Baca juga: Kemendagri: Penjabat Kepala Daerah Menjabat Selama 1 Tahun, Ada Evaluasi Setiap 3 Bulan
Menurut Margarito, calon penjabat bupati atau pejabat wali kota diusulkan oleh gubernur pasti sudah mempertimbangkan kapasitas dan rekam jejak calon sebelum diusulkan kepada Kemendagri.
“Oleh karena itu, Kemendagri tinggal menetapkan calon atau salah satu di antaranya calon yang diajukan gubernur untuk menempati posisi sebagai penjabat bupati dan atau penjabat wali kota,” kata Margarito.
Dengan demikian, kata Margarito, Kemendagri tidak perlu lagi menetapkan calon di luar yang diajukan oleh gubernur.
“Kalau pun ada calon penjabat bupati dan atau calon penjabat wali kota yang terpaksa dianggap tidak layak maka Kemendagri mengembalikan kepada gubernur untuk mengajukan calon lainnya. Jadi, bukan Kemendagri yang mengusulkan calon baru,” tegas Margarito.
Menurut Margarito, hal ini berbeda dengan proses pengisian penjabat gubernur. Untuk pengisian penjabat gubernur, kata Margarito, dilakukan oleh Kemendagri sesuai ketentuan yang ada.
Untuk diketahui, ketentuan umum penunjukan penjabat kepala daerah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Yakni, Pasal 201 Ayat (10) yang mengamanatkan gubernur sementara adalah ASN tingkat pejabat tinggi madya atau eselon I.
Sedangkan bupati atau wali kota diisi pejabat tinggi pratama atau eselon II. Hal itu merupakan ketentuan Pasal 201 Ayat (11) UU Pilkada.
Gelombang pertama Penjabat Kepala Daerah akan mulai bertugas pada pertengahan Mei 2022 dengan jumlah 101 untuk memimpin di 5 provinsi, 6 kota, dan 3 kabupaten.
Sementara itu, pada 2023, ada 171 Penjabat Kepala Daerah yang akan memimpin sementara daerah.