TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus penistaan agama M Kece memberikan kesaksiannya terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte.
Keterangan itu disampaikannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (19/5/2022).
Menurut Kece, kejadian itu berlangsung pada 27 Agustus 2021 dini hari, di ruang 11, Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Kala itu, Kece baru saja ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama oleh pihak kepolisian.
“Pertama ditampar (pipi kiri) kemudian ditonjok (pelipis kiri) begini, terus yang lain ngerubutin saya,” sebut Kece.
Baca juga: Tangan Diborgol, M. Kece Hadir Sebagai Saksi dalam Sidang Kekerasan Irjen Napoleon di PN Jaksel
Usai pemukulan itu, lanjut Kece, Napoleon meminta pesanannya pada tahanan lain.
“Setelah melakukan pemukulan, terdakwa (Napoleon) menyampaikan ‘Setop, setop sini mana pesanan saya,’” papar dia.
Dalam pandangan Kece, pesanan Napoleon adalah plastik berisi tinja.
Napoleon lantas meminta Kece untuk menutup mata, lalu melumurinya dengan isi plastik tersebut.
“Saya pikir lumpur, tapi ternyata feses,” ucap Kece.
Setelah dilumuri tinja, Kece mengaku tak melakukan perlawanan dan menyenderkan tubuh di tembok kamar.
Ia kemudian mengaku kembali mendapatkan tindakan penganiayaan.
“Setelah itu saya dikeroyok, langsung ditendang,” imbuh dia.
Dalam perkara ini Napoleon didakwa melakukan penganiayaan bersama empat tahanan lain yaitu Harmeniko alias Choky, Himawan Prasetyo, Dedy Wahyudi dan Djafar Hamzah.
Ia didakwa dengan Pasal 170 Ayat (2) ke-1, Pasal 170 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Jika tindakannya itu terbukti dalam persidangan, Napoleon terancam hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Napoleon: Solusi Redam Amarah Penghuni Rutan
Terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte mengakui tindakannya menganiaya tersangka penistaan agama, Muhammad Kece alias M Kece.
Dia menganiaya M Kece menggunakan kotoran manusia adalah solusi meredam amarah penghuni rumah tahanan Bareskrim Polri.
Hal itu disampaikan Napoleon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2022).
Napoleon menyebut saat kabar M Kece di tempatkan di Rutan Bareskrim Polri, banyak penghuni rutan yang emosi dan ingin melampiaskan amarahnya ke M Kece.
Mereka marah karena yang bersangkutan menistakan salah satu agama.
"Justru tindakan saya adalah sebagai jalan keluar yang harus saya lakukan malam itu juga melihat suasana emosional tahanan lain, 125 orang begitu emosi," kata Napoleon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2022).
Baca juga: Bantah Keroyok M Kece, Napoleon Bonaparte: Saya Perwira Tinggi Bintang Dua, Bukan Pengecut
"Dari pada besoknya terjadi hal yang tak diinginkan," lanjutnya.
Mulanya kata Napoleon, tindakannya bisa meredam amarah penghuni rutan. Namun ternyata tak berapa lama, emosi penghuni rutan kembali memuncak.
Napoleon pun heran ternyata meski di rutan, para penghuni juga merasa marah jika akidah atau agama yang mereka anut dihina oleh seseorang.
"Saluran emosi yang saya lakukan awalnya berhasil tapi rupanya emosi itu tak bisa dibendung. Saya juga heran karena bagi tahanan pun walaupun seorang tahanan tetapi memiliki ghiroh yang kuat rupanya kalau akidah agamanya dihina," ujarnya.
"Jadi semua terjadi tanpa dapat dikendalikan dan jadilah perkara seperti hari ini," tutur Napoleon.
Gunakan Ponsel
Sebelumnya, YouTuber Muhammad Kosman alias M. Kece dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana kekerasan yang dialaminya. Kece dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi, Irjen pol Napoleon Bonaparte, disebut menggunakan handphone saat menjalani masa tahanan di Rutan Bareskrim Polri.
Pernyataan itu terungkap bermula saat jaksa menanyakan kepada M. Kece terkait reaksi dari Irjen Napoleon Bonaparte atas kontennya yang disebut menodai suatu keyakinan.
"Bagaimana reaksi Jenderal (Napoleon) dan choky waktu itu?" tanya jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/5/2022).
"Pada saat itu mereka masih diam-diam saja. Merekam, karena ada dua HP di situ," kata Kece menjawab pertanyaan jaksa.
Sebagai informasi selain Irjen Napoleon Bonaparte, perkara tindak kekerasan ini juga turut menjerat terdakwa Dedy Wahyudi; Djafar Hamzah; Himawan Prasetyo; Harmeniko alias Choky alias Pak RT yang merupakan sesama tahan di Rutan Bareskrim Polri.
Mendengar pernyataan dari M. Kece lantas jaksa kembali menanyakan, kegunaan dari handphone tersebut.
"Dua HP?" tanya lagi jaksa.
"Iya di rekam semua pembicaran saya (terkait hadist yang dijadikan konten)," ucap Kece.
Tak cukup di situ, jaksa kemudian menanyakan asal muasal keberadaan handphone tersebut.
Secara cepat M. Kece menjawab, kedua handphone itu sudah dalam genggaman Napoleon Bonaparte yang juga masih menjabat sebagai perwira tinggi Polri aktif dalam hal ini jenderal bintang dua.
Baca juga: Eksepsi Irjen Napoleon Bonaparte Ditolak, Majelis Hakim akan Hadirkan M Kece Sebagai Saksi
"Oh ada handphone. Dikeluarkan dari kantong siapa?" tanya jaksa.
"Ya yang saya tahu dipegang oleh Jenderal," ucap M. Kece.
"Dua-duanya di tangan jenderal?" tanya jaksa memastikan.
"Iya," ucap M. Kece singkat.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak eksepsi dari terdakwa kasus penganiayaan Irjen Pol Napoleon Bonaparte terhadap M Kece.
Dengan itu, maka perkara kasus penganiayaan yang dilakukan terhada M Kece di rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri itu dilanjutkan.
"Kedua, memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan sebagaimana perkara atas nama terdakwa Napoleon Bonaparte," lanjut Djuyamto.
Napoleon sendiri melakukan nota pemberatan atau eksepsi atas dakwaan JPU soal tindakan penganiayaan secara bersama-sama terhadap Muhammad Kosman alias M Kace di Rutan Bareskrim Polri.
“Irjen Pol Napoleon Bonaparte sendirian, tidak bersama-sama dengan orang lain telah melumurkan bungkusan yang berisi kotoran manusia atau tinja ke wajah Muhammad Kosman alias Muhammad Kace,” kata kuasa hukum Napoleon, Erman Umar dalam sidang, Kamis (7/4/2022) lalu.
Dengan demikian, dia menilai perbuatan yang dilakukan Napoleon terhadap M Kace tidak memenuhi unsur kekerasan secara bersama-sama sesuai dengan pasal yang didakwakan yakni Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Erman mengatakan, dakwaan tersebut justru bertolak belakang dengan peristiwa yang sebenarnya.