TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan dari saksi Lisnawati Anisahak Chan, aparatur sipil negara (ASN) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Lisnawati merupakan istri dari mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto, tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021.
Penyitaan dilakukan saat tim penyidik memeriksa Lisnawati pada Jumat (20/5/2022).
"Lisnawati Anisahak Chan [ASN pada Kementerian Dalam Negeri], hadir dan tim penyidik melakukan penyitaan beberapa dokumen yang terkait dengan perkara ini," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Sabtu (21/5/2022).
Selain Ardian, KPK juga menetapkan Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara Laode M. Syukur Akbar (LMSA) sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Ardian memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah, yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode M. Syukur agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur.
Baca juga: Kasus Suap PEN 2021, KPK Tambah Masa Tahanan Eks Dirjen Kemendagri Ardian Noervianto
Selain menghubungi Laode M. Syukur, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi Merya pada L. M. Rusdianto Emba yang juga telah mengenal baik Ardian.
Selanjutnya pada Mei 2021, Laode M. Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta.
Andy Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
KPK menduga Ardian meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Rinciannya, 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu, dan 1 persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
Andi Merya memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M Syukur yang juga diketahui L. M. Rusdianto Emba.
KPK menduga dari Rp2 miliar tersebut dibagi di mana Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka Laode M. Syukur menerima Rp500 juta.
Ardian diduga aktif memantau proses penyerahannya walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri dengan selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan Laode M. Syukur.
KPK menyebut permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.