Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita catatan tangan berkode khusus dari hasil penggeledahan empat lokasi di wilayah Ambon.
Adapun penggeledahan yang dirampungkan pada Jumat (20/5/2022) itu berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon dengan tersangka Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy.
"Dari 4 lokasi dimaksud, kemudian ditemukan dan diamankan berbagai bukti antara lain berbagai dokumen dengan adanya catatan tangan berkode khusus yang diduga kuat berkaitan dengan perkara," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Senin (23/5/2022).
Lokasi yang dimaksud Ali antara lain ruang kerja Wakil Wali Kota Ambon, beberapa ruangan di Kantor Bappeda Pemkot Ambon, rumah kediaman Kadis PUPR Pemkot Ambon, dan rumah kediaman Kepala Bappeda Pemkot Ambon.
"Analisa dan penyitaan atas temuan berbagai dokumen tersebut segera dilakukan untuk kembali dikonfirmasi pada para pihak yang dipanggil sebagai saksi termasuk para tersangka," imbuh Ali.
Baca juga: KPK Amankan Catatan Keuangan Bukti Suap Richard Louhenapessy dari Geledah 6 Lokasi di Ambon
KPK telah menetapkan Wali Kota Ambon dua periode Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail minimarket tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.
Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan karyawan Alfamidi Kota Ambon Amri.
Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan.
Salah satu diantaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.
Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekira sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
Atas perbuatannya, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.