TRIBUNNEWS.COM, SUKOHARJO - Pertanaman padi di Kabupaten Sukoharjo, tepatnya di Desa Tegalsari Kecamatan Sidoharjo, keberadaan tikus sangat banyak sehingga dapat mengancam produksi padi.
Untuk pengamanan produksi, Kementerian Pertanian bersama Petugas Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) melakukan Gerakan Pengendalian (Gerdal) OPT dengan melibatkan jajaran TNI, POLRI, Penyuluh, dan warga sekitar.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Takdir Mulyadi mengatakan tikus merupakan salah satu hama utama khususnya pada tanaman Pajale (Padi, Jagung, Kedelai).
Tikus dapat menyerang seluruh fase pertumbuhan tanaman padi bahkan pada fase penyimpanan, kerusakan terparah terjadi pada fase generatif, karena tanaman padi sudah tidak mampu lagi membentuk anakan baru.
“Kita terus berupaya untuk menanggulangi permasalahan ini, khusus untuk tikus kita berupaya untuk mencari inventor yang ramah lingkungan dalam menanggulanginya,” ujar Takdir dalam Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Propaktani dengan menyiarkan secara langsung Gerdal tikus di Desa Tegalsari Kecamatan Sidoharjo, Kamis (26/5/2022) kemarin.
Menurut Takdir, solusi terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan pelestarian musuh alami. Bukan hanya hama tikus, pengendalian OPT lain pun diharapkan dengan memperhatikan keselamatan pengguna dan lingkungan.
"Pemakaian pestisida kimia seperti insektisida, fungisida, rodentisida dan lainnya sebisa mungkin ditekan dan beralih ke arah pengendalian yang ramah lingkungan," jelasnya.
Pada webinar ini hadir pula Mbah Yoso, petani yang menemukan teknik alami mengendalikan tikus dengan gadung, kayu kamboja, dan bekatul. Ia mengatakan seminggu sebelumnya sudah mencoba dan hasilnya tikus yang diberi umpan dengan pakan gadung, kayu kamboja, bekatul ditambah ikan hasilnya tikus percobaan tersebut mati.
"Namun demikian, pakan yang diberikan harus berseling dengan gabah atau pakan lainnya agar mengelabui tikus," katanya.
"Tikus selalu melewati jalan yang sama dan tikus tidak akan berpindah tepat sebelum pakan yang ada habis. Dari perilaku tersebut dapat dijadikan umpan untuk menempatkan pakan yang dibuat tadi," sambung Mbah Yoso.
Guru Besar UGM, Edhi Martoni menjelaskan percobaan yang dilakukan merupakan sebuah inovasi yang memanfaatkan bahan sekitar. Dalam praktiknya nanti bahan-bahan yang ada dapat dimodifikasi sesuai dengan bahan yang terdapat di wilayah tersebut.
"Pada intinya ini adalah kita harus mengendalikan tikus, bukan membasminya. Karena kita harus memelihara rantai makanan, jangan sampai ada rantai makanan yang dirugikan,” tegas Edhi.
Dalam kesempatan yang sama, Suwandi Dirjen Tanaman Pangan mengatakan apa yang dilakukan Mbak Yoso merupakan inovasi terkini. Harus ada teknik dalam pengendalian tikus, yakni teknik pengendalian tikus dilakukan melalui pendekatan Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT), dari sejak pra tanam sampai dengan pasca panen.
Pada pra tanam, lanjutnya, dilakukan pembersihan di seluruh areal pertanaman, kemudian mengatur waktu tanam dengan tanam serentak pada satu hamparan dan mengatur jarak tanam dengan pola tanam jajar legowo yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan terang yang tidak disukai tikus. Dan pada Pasca panen dapat menggunakan pakan yang dibuat oleh Mbah Yoso.
"Saya berharap bahwa kedepannya, pengendalian OPT termasuk tikus perlu dilakukan dengan ramah lingkungan. Aman baik tanaman, ternak, manusia dan lingkungan. Utamakan pengendalian mekanik, memanfaatkan musuh alami tikus seperti ular sawah, burung hantu atau musang atau garangan," tutur Suwandi.