Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan pihaknya akan mendalami keterlibatan korporasi, dalam hal ini PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dalam perkara dugaan suap perizinan pembangunan apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta.
Diketahui, KPK menangkap tangan dan menetapkan Vice President Real Estate PT Summarecon Tbk Oon Nusihono sebagai tersangka dalam kasus ini.
Alex menyebut KPK bakal mendalami apakah uang suap yang diberikan Oon kepada mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti diambil dari kas perusahaan atau diketahui oleh dewan direksi PT Summarecon Agung.
"Ya tentu nanti akan didalami apakah uang yang diberikan tersebut dari kasnya Summarecon atau atas persetujuan dari dewan direksi," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Alex menyatakan apabila PT Summarecon Agung menyetujui pemberian imbalan dalam pengurusan perizinan, maka korporasi bisa saja terlibat.
Baca juga: Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Hanya Tertunduk Saat Hendak Ditahan KPK
Namun, hal ini masih akan didalami lembaga antirasuah.
"Kalau sudah menjadi kebijakan korporasi misalnya korporasi menyetujui atau mengetahui untuk memberikan imbalan atau sesuatu dalam pengurusan perizinan ya berarti kan korporasi terlibat dalam proses penyuapan dan diketahui oleh PT SA (Summarecon Agung) tadi," katanya.
Diketahui, KPK menetapkan petinggi PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono sebagai tersangka kasus suap izin pembangunan apartemen Royal Kedhaton di Yogyakarta.
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama eks Walkot Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono.
Baca juga: KPK: Haryadi Suyuti Cs Disuap 27 Ribu Dolar AS Agar Terbitkan IMB Apartemen Royal Kedhaton
Oon Nusihono selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan tersangka Haryadi, Triyanto, dan Nurwidiahartana sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.