TRIBUNNEWS.COM - Wacana kenaikan tarif tiket Candi Borobudur menjadi Rp 750 ribu untuk wisatawan lokal tengah menjadi polemik di Indonesia.
Berbeda dengan Candi Borobudur, Candi Angkor Wat yang terletak di Kamboja, gratis untuk warga lokal.
Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Prof Azril Azhari.
"Angkor Wat yang di Kamboja, itu memang harganya 37 dolar (untuk wisatawan mancanegara) untuk satu hari, namun untuk rakyatnya, untuk local people, itu tidak bayar," ungkapnya dalam program talkshow Tribunnews.com, Rabu (8/6/2022).
Informasi tersebut juga dapat dilihat di laman angkorfocus.com.
"For Cambodians, a visit to the Angkor temples is still free, which is very good!"
"(Untuk warga Kamboja, masuk ke Candi Angkor masih gratis, yang mana itu sangat bagus!)" tulis laman tersebut.
Baca juga: Tiket Masuk Candi Borobudur Rp 50 Ribu, Guru Besar Pariwisata: Itu Saja Masih Bisa Kita Pertanyakan
Sementara untuk turis mancanegara harus membayar tiket masuk untuk berkunjung ke Angkor Wat yang berada di Kota Siem Reap itu.
Wisatawan asing harus merogoh kocek 37 dolar atau sekitar Rp 536.820 untuk satu hari kunjungan.
Dikutip dari bobo.grid.id, Candi Angkor Wat merupakan candi Hindu terbesar di dunia.
Angkor Wat melambangkan ciri keagamaan Hindu dengan menara utama yang melambangkan Gunung Meru.
Adapun pemerintah Indonesia diketahui berencana menaikkan tiket hingga Rp 750 ribu untuk wisatawan lokal bila ingin naik ke Candi Borobudur.
Saat ini, wacana kenaikan tarif tiket Candi Borobudur masih ditunda.
Tiket masuk candi Buddha terbesar di dunia itu masih Rp 50 ribu untuk wisatawan lokal.
Baca juga: Menparekraf: Harga Tiket Masuk Candi Borobudur Tetap 50 Ribu Bagi Wisatawan Nusantara
Azril mengungkapkan, tiket sebesar Rp 50 ribu untuk masuk ke Candi Borobudur saat ini masih bisa dipertanyakan.
Menurut Azril, dengan membayar Rp 50 ribu, belum banyak informasi dan edukasi yang didapatkan wisatawan.
"Dengan Rp 50 ribu sekarang saja, itu masih bisa kita pertanyakan, apa sudah tepat atau belum?" ungkap Azril.
Azril yang juga merupakan Guru Besar Ilmu Pariwisata di STP Tri Sakti itu mencontohkan, untuk berkunjung ke Piramida di Mesir, pengunjung harus merogoh kocek cukup dalam.
"Tapi kita dapat layanannya, yaitu suatu pertunjukan tontonan yang disebut sound and light, itu bagus sekali menggunakan permainan teknologi."
"Ada cerita bagaimana Piramida dibangun dengan sound and light itu," ungkapnya.
Baca juga: Suara Kemahalan Masyarakat Jepang Mengenai Rencana Kenaikan Tiket Masuk Candi Borobudur
Azril lantas membandingkannya dengan Candi Borobudur, yang mana pengunjung dinilai belum mendapatkan pelayanan yang cukup.
"Kita apa? Apa mau disuguhkan dengan tarian? Jangan, salah. Dikasih makanan juga salah."
"Yang disajikan harusnya adalah, sampai detik ini, belum ada mau masuk Borobudur, dipertunjukkan secara visual bagaimana berdirinya Borobudur, hanya diceritakan oleh pemandu, itu pun tidak semua diberikan."
"(Tiket masuk) Rp 50 ribu saja, apa yang didapatkan visitor kita? Apakah ada suatu tempat yang sebelum kita masuk kumpul dulu di sana, disajikan cerita visualisasi mengenai Borobudur, hanya dikasihkan brosur aja," bebernya.
Bila hal itu ada di Candi Borobudur, menurutnya tidak ada masalah bila ada kenaikan tiket.
"Rp 50 ribu itu masih bisa dipertanyakan, masih banyak masalah yang kita kaji," tegasnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Grid.id)