TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menegaskan Irjen Napoleon Bonaparte bakal segera disidang pemecatan seusai seluruh kasus hukumnya telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Jenderal Sigit seusai melakukan pertemuan dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta pada Rabu (8/6/2022).
"Irjen Napoleon setelah inkrah akan segera kita sidang," kata Sigit.
Baca juga: Kapolri Putuskan Tinjau Ulang Putusan Sidang Etik Eks Napi Korupsi AKBP Brotoseno yang Tak Dipecat
Adapun perkara yang dimaksudkan adalah dugaan kasus penganiayaan terhadap Muhammad Kece di dalam Rutan Bareskrim Polri.
Selain kasus penganiayaan, Mahkamah Agung (MA) juga telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte.
Dengan putusan tersebut maka Napoleon tetap dihukum empat tahun penjara karena terbukti menerima suap dari Djoko Tjandra yang juga merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih utang (cessie) Bank Bali.
"Amar putusan, (kasasi) jaksa penuntut umum dan terdakwa ditolak," dikutip dari laman resmi MA yang diberitakan Kompas.com, Kamis (4/11/2021).
Baca juga: 4 Pria Bagi Peran Rekayasa Kecelakaan hingga Tenggelam di Kalimalang demi Klaim Asuransi Rp 3 Miliar
Sebelumnya, permohonan banding Napoleon juga ditolak oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.
Keputusan itu ada dalam salinan putusan PT Jakarta Nomor 13/Pid.TPK/2021/PT DKI tertanggal 21 Juli 2021 yang diakses laman MA.
"Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tanggal 10 Maret 2021 Nomor 46/PID.SUS-TPK/2020/PM.JKT.PST yang dimintakan banding tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Yusuf dalam surat putusan.
Dengan demikian, Napoleon harus tetap menjalani vonis pada Pengadilan Tipikor Jakarta.
Adapun majelis hakim memvonis Napoleon 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga: M Kece Sakit, Irjen Napoleon Bonaparte: Sandiwara Pura-pura Sakit
Napoleon dinilai terbukti menerima suap 370.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.
Pemberian uang itu dimaksudkan agar Napoleon Bonaparte menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatat oleh Direktorat Jenderal Imigrasi.