TRIBUNNEWS. COM - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengklarifikasi pernyataannya terkait pemimpin Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja.
Sebelumnya, BNPT menyebut Abdul Qadir sebagai salah satu pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Islam Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Akan hal tersebut, BNPT mengaku keliru.
Salah satu pendiri Ponpes tersebut bernama Abdullah Baraja, bukan Abdul Qadir Hasan Baraja yang ditangkap polisi Selasa (7/6/2022).
Pihaknya meminta maaf atas kekeliruan tersebut.
BNPT juga menegaskan Abdul Qadir Hasan Baraja bukanlah salah satu pendiri Ponpes yang juga didirikan Abu Bakar Baasyir tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid .
"Kami mohon maaf atas kekeliruan penyebutan tersebut,"
"Abdul Qadir Baraja bukan pendiri Ponpes Al Mukmin Ngruki," kata Nurwakhid, Kamis (9/6/2022) dikutip dari Kompas Tv.
Baca juga: Pimpinan Khilafatul Muslimin Ditangkap di Lampung, Ini Tanggapan Pakar soal Ideologi Khilafah
Lanjut Nurwakid memastikan terkait pernyataannya yang menjelaskan Abdul Qadir merupakan mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII).
Juga pernyataannya yang menyebut Abdul Qadir pernah terlibat dalam Majelis Mujahidin Indonesia Tahun 2000 meskipun dia memilih tidak aktif.
"Dia (Abdul Qadir) sudah dua kali ditangkap dan dihukum dengan keterlibatannya di jaringan terorisme,"
"Pertama, pada Januari 1979 terkait teror Warman. Kedua, dia ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Candi Borobudur pada awal tahun 1985," jelasnya.
Bantahan dari Ponpes Al Mukmin Ngruki
Bantahan terkait pernyataan BNPT tersebut disampaikan oleh Humas Ponpes Al Mukmin Ngruki Muchson.
Muchson menegaskan, Ponpes Al Mukmin Ngruki hanya didirikan oleh enam orang.
Yakni Abdullah Sungkar, Abu Bakar Ba'asyir, Abdullah Baraja, Abdul Qohar Daeng Matase, dan Hasan Basri.
Dan saat ini, lanjut dia, Abu Bakar Ba'asyir yang masih hidup.
Baca juga: Bagikan Pamflet Berisi Ajakan Mendirikan Khilafah, 3 Pimpinan Khilafatul Muslimin Jadi Tersangka
"Bahwa salah satu pendiri pondok pesantren Al Mukmin Ngruki tu bernama Abdullah Baraja bukan Abdul Qodir Hasan Baraja,"
"Abdullah Baraja sudah meninggal sejak 2007," kata Muchson, dikutip dari kanal YouTube Kompas Tv, Kamis (9/6/2022).
Ia juga menegaskan Abdullah Baraja salah satu pendiri Pesantren Al Mukmin Ngruki tidak ada kaitan dengan NII maupun Khilafatul Muslimin.
"Tidak ada kaitan antaran Abdullah Baraja pendiri pondok pesantren Al Mukmin Ngruki dengan NII maupun organisasi Khilafatul Muslimin," tegasnya
BNPT Ungkap Pola Penyebaran Ideologi Khilafah oleh Khilafatul Muslimin
Pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja telah ditangkap aparat kepolisian di Kota Bandar Lampung pada Selasa (7/6/2022).
Tak hanya sekadar konvoi Khilafah yang mereka gelar beberapa waktu lalu, tapi Khilafatul Muslimin memiliki agenda terselubung.
Yang mana kegiatan tersebut betujuan untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah.
Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid mengungkapkan, Khilafatul Muslimin terbukti tidak terdaftar sebagai ormas di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Namun, mereka memiliki sebaran cabang sangat besar.
Setidaknya ada 23 kantor wilayah dan tiga daulah di Jawa, Sumatera, dan Indonesia bagian Timur.
Baca juga: Penjelasan Polri: Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja Ajak Ubah Ideologi Pancasila
Baca juga: Simpatisan Khilafatul Muslimin Terus Berdatangan ke Polda Metro Pascapenangkapan Abdul Qadir Baraja
"Pola penyebaran ideologi Khilafah yang dilakukan Khilafatul Muslimin jelas bertentangan dengan ideologi bangsa, Pancasila,"
"Ideologi itu mereka sebarkan dengan berbagai cara antara lain berkedok pengajian atau dakwah, melalui kampanye terbuka seperti konvoi, penyebaran bulletin yang rutin setiap bulanan dan melalui internet," kata Nurwakhid Rabu (8/6/2022), dilansir Tribunnews.com.
Nurwakhid juga mengungkapkan tentang Abdul Qadir yang sudah dua kali ditangkap dan dihukum karena terlibat di jaringan terorisme.
Pertama pada Januari 1979 terkait teror Warman. Kedua, dia ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal tahun 1985.
"Sekali lagi persoalan ideologi tidak bisa dipatahkan dengan jeruji besi, tapi butuh transformasi menuju ideologi alternatif,"
"Persoalannya, Baraja adalah ideolog dari sejak zaman NII, MMI hingga KM yang tentu tidak sekadar dihukum tetapi membutuhkan proses dialog, deradikalisasi dan pembinaan ideologi. Itu pun akan terasa sangat sulit jika sasarannya adalah tokoh dan ideolognya," terang Nurwakhid.
(Tribunnews.com/Milani Resti/ Igman Ibrahim) (Kompas.tv/Isnaya Helmi)