TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyalahgunaan narasi agama dalam terorisme tidak hanya menjadi permasalahan bagi Indonesia tetapi juga negara mayoritas muslim lainnya.
Fenomena ini menciptakan stigma buruk terhadap agama Islam dan pemeluknya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar menjelaskan di Indonesia terdapat lebih dari 2.000 orang yang telah berurusan dengan hukum positif negara karena melakukan kekerasan mengatasnamakan agama.
Belum lagi WNI yang berangkat ke wilayah konflik menjadi foreign terrorist fighter (FTF).
Melihat fenomena tersebut, BNPT merasa perlu mempererat kerja sama dengan Al-Azhar Mesir dalam membumikan ajaran agama yang moderat dan damai bagi seluruh umat.
"Dikarenakan banyak korban dari penyalahgunaan narasi agama, salah satu strategi kami adalah menjalin kemitraan dengan tokoh-tokoh agama dalam memperkenalkan toleransi dalam berbangsa dan bernegara, menjadikan Islam yang rahmatan lil alamin, kami tidak ingin aksi terorisme distigmakan dengan orang muslim atau ajaran Islam," kata Kepala BNPT saat bertemu dengan delegasi Al-Azhar As-Syarif, Mesir, pada hari Selasa (21/6/2022).
Sekjen Hay'at Kibar Ulama Al-Azhar, Prof. Dr. Hasan Shalah Al-Shagir, menjelaskan insitiusi pendidikan di bawah Al-Azhar melakukan kontra radikalisasi melalui kurikulum moderasi beragama sejak usia dini hingga perguruan tinggi.
Al-Azhar juga melatih dan membekali khatib dengan moderasi agama khusus untuk melakukan kontra narasi yang bersifat keras dalam rangka mencegah pemikiran radikal terorisme kalangan anak muda.
Ia pun mengapresias dan mendukung BNPT dalam mengenalkan wajah Islam yang damai dan moderat.
Senada dengan Dr. Hasan Shalah Al-Shagir, Dr. TGB Muhammad Zainul Majdi selaku Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia yang turut hadir dalam pertemuan tersebut pun mendukung kerja sama antara BNPT dan Al-Azhar.
Menurutnya, penyebaran narasi moderat yang dilakukan Al-Azhar bisa diadopsi Indonesia.
Baca juga: Khairul Anam Dukung BNPT Latih Santri Pesantren Tebuireng untuk Redam Radikalisme di Dunia Maya
Pemutusan stigma buruk ini tidak mudah untuk dilakukan sendiri.
Oleh karena itu, perlu kerja sama antara pemerintah dan ulama untuk meyakinkan masyarakat bahwa aksi teror tidak ada hubungannya dengan agama.
"Agama tidak mengajarkan kekerasan dan terorisme, sangat dibutuhkan kerja sama antara ulama, pemikir muslim, dengan pemerintah dan instasi lain karena gerakan teror seperti ini semakin banyak dan tidak mudah untuk dihadapi," tutup Dr. Hasan Shalah Al-Shagir. (*)