TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih menunggu permintaan resmi dari Pemerintah atau DPR terkait fatwa mengenai penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis mengatakan MUI akan melakukan kajian fatwa setelah ada permintaan resmi.
"Kami menunggu permintaan resminya, kemudian nanti kalau kita merespon untuk mengkaji dari pihak terkait utamanya, terutama dari mustafti meminta fatwanya. Artinya kalau DPR yang minta ya DPR. Kalau pemerintah, ya pemerintah akan kita undang, undang untuk atasi masalah," ujar Cholil kepada wartawan, Rabu (29/6/2022).
Selanjutnya, MUI baru akan mengundang ahli yang berkaitan untuk merumuskan hukum penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
Baca juga: Pemerintah Kaji Legalitas Ganja untuk Medis, DPR akan Gelar Rapat Dengar Pendapat
Pihak yang mengajukan fatwa, kata Cholil, juga akan dilibatkan dalam pembahasan fatwa.
"Kemudian para ahli kita akan undang, dan kemudian baru kita akan melakukan kajian dan penelaahan serta melakukan musyawarah untuk menentukan hukumnya," tutur Cholil.
Dirinya mengapresiasi permintaan fatwa mengenai penggunaan ganja untuk kebutuhan medis dari Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin.
Menurut Cholil, permintaan fatwa tersebut adalah upaya mendapatkan pandangan dari sisi hukum Islam.
"Kita mengapresiasi pemerintah, Wapres setelah melihat kondisi dan kenyataan yang mau diterapkan di Indonesia dari perspektif hukum Islam," kata Cholil.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI meminta MUI untuk membuat fatwa terkait penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
"MUI ada keputusannya ya, bahwa memang kalau ganja itu dilarang, sudah dilarang.
Masalah kesehatan itu MUI segera buat fatwa baru, kebolehannya itu, artinya ada kriteria," ujar Ma'ruf di Kantor MUI, Jln Proklamasi, Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Fatwa tersebut, kata Ma'ruf, bakal menjadi pedoman bagi anggota legislatif dalam merumuskan aturan mengenai penggunaan ganja untuk medis.
Menurut Ma'ruf, fatwa ini dibuat agar regulasi yang dibuat tidak menimbulkan kemudaratan.
"Nanti MUI segera buat fatwanya untuk bisa dipedomani DPR. Jangan sampai nanti berlebihan dan menimbulkan kemudaratan," tutur Ma'ruf.