News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jabatan Kepala Daerah

Perwira Aktif Akan Dilantik Jadi Pj Gubernur Aceh, Pemerintah Diminta Baca UU TNI Utuh dan Seksama

Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masa jabatan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah habis hari ini, Mayjen TNI Achmad Marzuki akan dilantik Mendagri jadi Penjabat Gubernur Aceh. Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menilai pemerintah perlu seksama membaca utuh UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang melarang TNI berpolitik dan menempati jabatan sipil. Pelantikan TNI aktif sebagai Pj kepada daerah, kata dia, sesungguhnya melanggar UU TNI. 

Penempatan militer aktif sebagai Pj kepala daerah, menurutnya juga berdampak buruk bagi institusi militer baik secara langsung maupun tidak langsung.

Perlu diingat, lanjut dia, bahwa alasan keberadaan militer semata-mata adalah untuk perang dan perkembangan perang modern juga mengharuskan adanya profesionalisme di tubuh militer. 

Perkembangan perang modern, kata dia, menuntut militer memiliki spesialisasi keahlialan militer guna menjawab tantangan perang kekinian. 

"Adalah hal yang hampir tidak mungkin bagi militer untuk memiliki keahlian atau spesialisasi dalam menghadapi ancaman eksternal dan pada saat yang sama juga ahli dalam bidang politik ataupun ahli dalam menghadapi keamanan dalam negeri. Hal inilah yang membedakan fungsi militer, kepolisian, dan politisi," kata dia.

Baca juga: Mobil Damkar Kecelakaan di Aceh Barat hingga Timpa Rumah Warga, Satu Petugas Meninggal

Lebih dari itu, kata dia, penunjukan Pj kepala daerah penting untuk juga perlu mempertimbangkan aspek kompetensi nama-nama calon yang diajukan. 

Dalam konteks ini, menurut dia, menjadi penting proses penunjukan Pj kepala daerah dijalankan secara transparan, akuntabel dan menyerap aspirasi publik terutama di daerah. 

"Hal ini sejalan dengan Putusan MK Nomir 67 tahun 2021, yang dalam amar putusannya menyatakan, 'Mahkamah untuk menegaskan bahwa proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah juga masih dalam ruang lingkup pemaknaan 'secara demokratis' sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945," kata Al Araf 

Oleh karena itu, kata dia, perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016.

Sehingga, lanjut dia, tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian pejabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah.

"Proses penunjukan yang sifatnya tertutup dan tidak partisipatif adalah sesuatu yang harus dihindari," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini