Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Johan Budi, menilai Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) penting untuk segera disahkan.
“Tapi kalau menurut saya pribadi, dibutuhkan juga ruang untuk menerima masukan-masukan dari publik,” kata Johan kepada wartawan, Rabu (13/7/2022).
Legislator PDIP menyebut pembahasan RKUHP sudah lama dilakukan lewat cara-cara yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Baca juga: PSI: Ada Potensi Politisasi Agama di Draft RUU KUHP
Indonesia, dikatakan Johan, belum memiliki panduan hukum pidana murni buatan bangsa sendiri.
Sebab KUHP yang digunakan saat ini adalah warisan Belanda.
"Jadi prosesnya panjang. Setelah puluhan tahun, setelah beberapa presiden, kita belum punya handbook hukum pidana. Kita enggak punya yang benar-benar murni punya kita. Maka, penting sekali untuk segera disahkan. RKUHP urgent karena perjalanannya sudah panjang. Sudah dibahas bertahun-tahun, enggak selesai-selesai,” sambungnya.
Adapun RKUHP adalah produk carry over dari keputusan DPR RI 2014-2019 yang pembahasannya tinggal dilanjutkan di Tingkat II, yaitu persetujuan di Rapat Paripurna.
Berdasarkan keputusan carry over itu, pemerintah diminta untuk menyosialisasikan kembali substansi dari RKUHP agar masyarakat memhami secara utuh perubahan dari revisi sebelumnya.
Johan mengatakan Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan membahas draf terbaru RKUHP dalam masa sidang DPR berikutnya, yakni pada Agustus 2022
"DPR dan Pemerintah tidak boleh menutup ruang untuk menerima masukan terkini dari kelompok-kelompok masyarakat, termasuk pakar-pakar hukum,” terangnya.
Tetapi, menurut Johan, ruang diskusi bersama elemen masyarakat harus dibatasi agar tidak melebar.
Pasalnya, pembahasan RKUHP telah mencapai kesepakatan pembahasan tingkat I di DPR yang waktunya juga sudah cukup lama.
“Masukannya cukup yang 14 poin itu saja. Kalau kita debat terus, enggak selesai-selesai jadi masukannya mengerucut di 14 isu krusial itu,” imbau Johan.
Ke-14 isu krusial yang dimaksud yakni hukum yang hidup dalam masyarakat (Living Law); pidana mati; penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib; dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin; contempt of court; unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih.
Lalu, ada juga pasal soal advokat yang curang; penodaan agama; penganiayaan hewan; alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan; penggelandangan; pengguguran kandungan; perzinaan, kohabitasi, dan pemerkosaan.
Johan Budi mengatakan terdapat masukan dari pemerintah dalam 14 isu krusial dalam draft RKUHP terbaru.
Salah satunya penghapusan sejumlah pasal berdasarkan pertimbangan dari hasil diskusi publik.
“Pemerintah mengusulkan ada 2 pasal yang dihapus dari 14 isu krusial itu. Mengenai pemidanaan dokter atau dokter gigi ilegal dan soal pasal advokat curang. Nanti akan kita bahas,” terangnya.
Eks Jubir KPK itu berharap pemerintah terus melakukan sosialisasi mengenai substansi dari 14 isu krusial RKUHP.
“Edukasi kepada masyarakat lewat sosialisasi, khususnya terhadap 14 isu krusial RKUHP, harus semakin digiatkan agar publik dapat memahami substansinya secara lebih menyeluruh,” tandas Johan