Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung merespons langkah hukum praperadilan yang akan diajukan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, terkait penetapan status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
"Ya silakan karena itu hak dari tersangka," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar di Kejagung, Jakarta, Senin (4/11/2024).
Untuk diketahui, tim kuasa hukum Tom Lembong yang dipimpin oleh Ari Yusuf Amir, menyatakan persiapan untuk mengajukan praperadilan telah selesai dan pengajuan tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam proses importasi gula pada tahun 2015 dan 2016.
Pada tahun 2015, meskipun terdapat keputusan Indonesia tidak membutuhkan impor gula karena surplus, Tom Lembong diduga memberikan izin untuk impor 105 ribu ton gula mentah kepada perusahaan swasta, yang seharusnya hanya bisa dilakukan oleh BUMN.
Selanjutnya, pada akhir 2015, pemerintah mengadakan rapat yang menyimpulkan ihwal Indonesia akan mengalami kekurangan stok gula di tahun 2016.
Baca juga: Pengacara Bingung Dasar Kejaksaan Tetapkan Tom Lembong Tersangka: Tidak Perlu Lagi Ada yang Ditutupi
Dalam prosesnya, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus, mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta untuk membahas rencana impor gula mentah yang akan diolah menjadi gula kristal putih guna memenuhi kebutuhan tersebut.
Kesepakatan ini kemudian berlanjut dengan PT PPI menandatangani perjanjian kerjasama dengan delapan perusahaan, serta satu tambahan perusahaan lain.
Namun, dalam pelaksanaan, muncul dugaan prosedur importasi dilakukan tanpa koordinasi dengan kementerian terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Kejagung juga mencatat, delapan perusahaan yang ditunjuk hanya memiliki izin produksi untuk gula rafinasi yang umumnya digunakan untuk keperluan industri makanan dan minuman, bukan untuk konsumsi langsung masyarakat.
Lebih lanjut, gula yang diimpor oleh perusahaan-perusahaan swasta tersebut dijual ke pasar dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 13.000/kg.
PT PPI disebut mendapat keuntungan berupa fee sebesar Rp 105 per kilogram dari transaksi ini, sementara kerugian negara akibat proses ini diperkirakan mencapai Rp 400 miliar, yang seharusnya menjadi keuntungan bagi BUMN.