News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Impor Gula

Kejagung Tanggapi Langkah Praperadilan Tom Lembong dalam Kasus Gula

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Keterangan Kapuspenkum, Harli Siregar terkait update penetapan mantan Mendag, Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi terkait kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016 pada Rabu (30/10/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung merespons langkah hukum praperadilan yang akan diajukan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, terkait penetapan status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

"Ya silakan karena itu hak dari tersangka," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar di Kejagung, Jakarta, Senin (4/11/2024). 

Untuk diketahui, tim kuasa hukum Tom Lembong yang dipimpin oleh Ari Yusuf Amir, menyatakan persiapan untuk mengajukan praperadilan telah selesai dan pengajuan tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.

Sebagai informasi, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam proses importasi gula pada tahun 2015 dan 2016. 

Pada tahun 2015, meskipun terdapat keputusan Indonesia tidak membutuhkan impor gula karena surplus, Tom Lembong diduga memberikan izin untuk impor 105 ribu ton gula mentah kepada perusahaan swasta, yang seharusnya hanya bisa dilakukan oleh BUMN.

Selanjutnya, pada akhir 2015, pemerintah mengadakan rapat yang menyimpulkan ihwal Indonesia akan mengalami kekurangan stok gula di tahun 2016. 

Baca juga: Pengacara Bingung Dasar Kejaksaan Tetapkan Tom Lembong Tersangka: Tidak Perlu Lagi Ada yang Ditutupi

Dalam prosesnya, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus, mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta untuk membahas rencana impor gula mentah yang akan diolah menjadi gula kristal putih guna memenuhi kebutuhan tersebut. 

Kesepakatan ini kemudian berlanjut dengan PT PPI menandatangani perjanjian kerjasama dengan delapan perusahaan, serta satu tambahan perusahaan lain.

Namun, dalam pelaksanaan, muncul dugaan prosedur importasi dilakukan tanpa koordinasi dengan kementerian terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. 

Kejagung juga mencatat, delapan perusahaan yang ditunjuk hanya memiliki izin produksi untuk gula rafinasi yang umumnya digunakan untuk keperluan industri makanan dan minuman, bukan untuk konsumsi langsung masyarakat.

Lebih lanjut, gula yang diimpor oleh perusahaan-perusahaan swasta tersebut dijual ke pasar dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 13.000/kg. 

PT PPI disebut mendapat keuntungan berupa fee sebesar Rp 105 per kilogram dari transaksi ini, sementara kerugian negara akibat proses ini diperkirakan mencapai Rp 400 miliar, yang seharusnya menjadi keuntungan bagi BUMN.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini