Dengan demikian, kata dia, usia bukanlah satu-satunya alasan untuk menilai kelaikan.
Di luar kemungkinan human error dalam penerbangan maupun kelalaian dalam persiapan penerbangan, problem cuaca, problem teknis menyangkut mekanik maupun avionik, atau bahkan kelalaian dalam pemeliharaan, lanjut Fahmi, juga sangat mungkin menyebabkan kecelakaan.
"Untuk mengetahuinya secara pasti, tentunya harus menunggu hasil investigasi," kata dia.
Meski selama ini memang kecil peluang informasinya dibuka ke publik, Fahmi berharap pemerintah dapat menggunakan hasil investigasi itu sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam kebijakan yang menyangkut tata kelola alutsista baik soal pengadaan, penggunaan, pemeliharaan maupun pengembangan kapasitas SDM yang terlibat dalam pengelolaannya.
Menurutnya meski soal peremajaan alutsista tetap penting dibahas, mengingat Indonesia telah melakukan kesepakatan pembelian lagi pesawat sejenis dari Korea, hal yang jauh lebih penting adalah memastikan alutsista udara yang sudah dimiliki saat ini selalu dalam kondisi prima, siap terbang dan siap tempur.
Fahmi mengatakan penting bagi Kemhan dan TNI AU untuk menyiapkan postur anggaran yang proporsional untuk perawatan, pemeliharaan dan kapasitas SDM sangat penting dilakukan.
Selain itu, menurutnya penting juga untuk mencegah adanya praktik-praktik yang berpotensi menghadirkan kerugian materiil dan personel dalam penggunaan dan pemeliharaan alutsista.
"Maka yang masuk akal dilakukan kemudian adalah mengalokasikan anggaran yang memadai serta meningkatkan kedisiplinan dalam penggunaan dan pemeliharaan alutsista, sehingga armada selalu dalam kondisi prima, siap siaga dan minim risiko fatal," kata Fahmi.