Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Sirajudin mendukung upaya KPK menjemput paksa Bendahara Umum PBNU Mardani Maming jika tidak memenuhi panggilan penyidik untuk kedua kali.
Diketahui, KPK memanggil Maming untuk diperiksa sebagai tersangka pada Kamis 14 Juli 2022. Namun, Maming menolak hadir dengan alasan praperadilan sedang bergulir.
“Jika Maming mangkir lagi, KPK harus jemput paksa yang bersangkutan, jangan ragu, jemput paksa saja,” kata Sirajudin, dalam keterangannya, pada Rabu (20/7/2022).
Menurut dia, Maming seharusnya bisa menghargai proses penyidikan yang tengah dilakukan oleh KPK, agar bisa membuat terang benderang kasus dugaan suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu.
Jika memang merasa tidak bersalah, kata dia, kenapa Maming takut memenuhi panggilan KPK.
"Memenuhi panggilan KPK ini menjadi ajang membuktikan diri. Seharusnya Maming mengerti proses hukum yang sedang berjalan di KPK," tambahnya.
Untuk diketahui, KPK menyatakan akan menyeret paksa mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H Maming jika tidak memenuhi panggilan penyidik untuk kedua kalinya.
"Kalau mangkir dan tidak ada alasan yang dapat diterima hukum, Pasal 112 KUHAP memang demikian upayanya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (18/7/2022) petang.
Baca juga: Dalam Sidang Praperadilan, KPK Sebut Mardani Maming Diduga Terima Suap Rp104 Miliar
KPK menyebut alasan kuasa hukum Maming yang meminta pemeriksaan sebagai tersangka ditunda karena praperadilan masih bergulir tidak diterima secara hukum.
Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu tahun 2011.
Merasa keberatan, Maming mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Meski demikian, KPK menilai upaya itu tidak berkaitan pokok perkara yang tengah disidik. Lembaga antirasuah itu tetap melakukan pemeriksaan sejumlah saksi.