TRIBUNNEWS.COM - Senjata api jenis Glock 17 yang disebut-sebut digunakan Bharada E menembak Brigadir J mendapat sorotan banyak pihak.
Penggunaan pistol Glock 17 ini pun menuai polemik.
Pasalnya senjata api tersebut biasanya hanya digunakan oleh polisi setingkat perwira atau Ajun Komisaris Polisi (AKP).
Diberitakan sebelumnya menurut penjelasan, Bharada E menembakkan 5 peluru dari Glock 17 dan mengenai tubuh Brigadir J.
Sementara Brigadir J menembakkan tujuh peluru dengan menggunakan senjata pistol jenis HS dengan magazine 16 peluru.
Namun disebut tidak ada satu pun yang mengenai tubuh Bharada E.
Baca juga: Rekaman CCTV Kasus Brigadir J Dibuka Jika Penyidikan Rampung, Polri: Jadi Tidak Sepotong-sepotong
Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto memberikan penjelasan terkait fungsi penggunaan senjata Glock 17.
Menurut Bambang, senjata tersebut merupakan senjata tempur untuk membunuh.
Ia berpendapat senjata yang digunakan polisi seharusnya cukup untuk melumpuhkan.
"Senjata Glock termasuk senjata tempur, 17 Magazine, artinya ini adalah senjata untuk membunuh," terangnya dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (21/7/2022).
Padahal menurutnya fungsi Kepolisian sebenarnya bukan untuk membunuh.
Begitu juga dengan fungsi senjata api dalam kepolisian, di mana cukup untuk melumpuhkan saja.
Soal penggunaan senjata api pun rupanya diatur dalam Peraturan Kepolisian nomor 1 Tahun 2022.
Yakni tentang perizinan, pengawasan dan pengendalian senjata api standar kepolisian.
Bunyinya, Pasal 1 Ayat 4:
"Senjata api standar Polri yang selanjutnya disebut senjata api organik Polri adalah senjata api kaliber 5,5 mm ke atas dengan sistem kerja manual semi otomatis dan/atau otomatis, serta telah dimodifikasi termasuk amunisi granat dan bahan peledak untuk keamanan dan ketertiban masyarakat."
Insiden Maut Polisi Tembak Polisi
Baca juga: Bharada E Disebut Tak Bisa Dituntut soal Tewasnya Brigadir J, TAMPAK: Tragedi Hukum yang Luar Biasa
Diketahui, Brigadir Yosua merupakan pengawal dan sopir istri Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Kombes Pol Budhi Herdi yang saat itu masih menjabat sebagai Kapolres Jakarta Selatan mengatakan, sebelum tewas ditembak, Brigadir Yosua disebut menerobos masuk ke kamar istri Irjen Sambo, Putri, dikutip dari TribunJakarta.com.
Saat itu istri Irjen Sambo sedang beristirahat di kamar tersebut dan diduga terjadi pelecehan.
"Brigadir J melakukan pelecehan, berkata 'diam kamu', sambil menodongkan senjata ke Ibu Kadiv Propam," kata Budhi.
Istri Irjen Ferdy Sambo pun berteriak, lantas teriakan tersebut didengar oleh Bharada E yang berada di lantai 2.
Hingga akhirnya insiden maut terjadi dan menewaskan Brigadir J.
Kasus Pelecehan dan Pengancaman Naik ke Penyidikan
Diketahui pihak kepolisian telah meningkatkan penanganan kasus pengancaman dan pelecehan yang melatarbelakangi insiden maut antara Brigadir J dengan Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo ke tahap penyidikan.
Kasus ini selanjutnya ditangani Polda Metro Jaya, di mana sebelumnya ditangani Polres Metro Jakarta Selatan.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menegaskan, kasus yang naik penyidikan tersebut terkait laporan soal pengancaman dan kekerasan terhadap perempuan, dilansir oleh Kompas.com.
Menurut Dedi, Polda Metro tetap akan melibatkan penyidik Polres Jakarta Selatan dalam proses penyidikan.
Baca juga: Bharada E Ungkap Sejumlah Informasi soal Penembakan Brigadir J, Istri Ferdy Sambo juga Diperiksa
Bareskrim Polri juga akan terlibat untuk memberikan asistensi.
Saat ditanya apakah Brigadir J menjadi tersangka dalam kasus ini, Dedi menjawab pihaknya masih dalam proses.
"Proses pembuktian ilmiah (SCI) dari forensik, Inafis, laboratorium dan penyidikan," kata dia.
Irjen Ferdy Sambo Dicopot
Buntut dari insiden maut tersebut, diketahui Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menonaktifkan sementara Irjen Pol Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri.
''Saya putuskan mulai malam ini jabatan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam Polri kita nonaktifkan,'' ujar Kapolri dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (18/7/2022) malam.
Kapolri pun mengungkap alasan soal penonaktifan sementara itu, dan telah memiliki pertimbangan tersendiri, diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
Menurut Sigit, keputusan untuk nonaktifkan Irjen Sambo lantaran mencermati desakan masyarakat.
Khususnya untuk menghindari spekulasi terkait kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J
"Selanjutnya tugas tanggung jawab Divisi Propam dikendalikan Wakapolri ini juga menjaga agar apa yang kita lakukan selama ini terkait komitmen objektifitas transparan akuntabel bisa kita jaga agar rangkaian proses penyidikan yang dilaksanakan bisa berjalan baik dan buat terang," pungkasnya.