TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal sangat prihatin dengan kasus kematian bocah SD di Tasikmalaya usai dipaksa teman-temannya bersetubuh dengan kucing.
Menurut Illiza Sa'aduddin Djamal yang juga Ketua DPP PPP ini, polisi harus bergerak cepat dalam menangani kasus kematian bocah SD di Tasikmalaya usai dipaksa teman-temannya bersetubuh dengan kucing.
Ini karena kematian bocah SD itu menyangkut kekerasan fisik secara paksa yang dilakukan oleh anak-anak.
"Proses restorative justice tetap harus dilakukan oleh pihak kepolisian, namun karena pelaku adalah anak-anak kami ingin pihak kepolisian melakukan pendekatan yang berbeda. Sesuai dengan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, UU No. 22 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 12 tahun tahun 2022 tentang tindak pidana kejahatan seksual," kata Illiza Sa'aduddin Djamal dalam keterangan yang diterima, Minggu (24/7/2022).
Illiza Sa'aduddin Djamal menambahkan, restoratife justice bukanlah pintu untuk pelonggaran atas pertanggungjawaban anak sebagai pelaku perundungan, akan tetapi sebagai awal untuk perbaikan perilaku sehingga tidak mengulangi perbuatannya lagi.
"Termsuk juga memastikan kepada orang tua secara tegas agar mendidik, mengawasi dan melakukan pembinaan secara intensif terhadap anak yang melakukan perundungan tersebut, karena ini juga berkaitan perkembangan perilaku anak dalam masyarakat secara umum," terangnya.
Kemudian, ia juga meminta kepolisian untuk melakukan pengusutan terhadap pelaku penyebar video tersebut.
Karena beredarnya video itu yang mengakibatkan tekanan mental kepada korban sehingga berakhir dengan kematian.
"Keterlibatan lembaga masyarakat dalam melakukan pembinaan anak juga perlu dilibatkan, kordinasi perlu ditingkatkan dengan lembaga pendidikan umum, formal maupun informal serta pemerintah daerah sesuai dimana anak tersebut berdomisili," tuturnya.
Baca juga: DPR Minta Pelaku Kasus Perundungan Bocah SD Meninggal Usai Dipaksa Setubuhi Kucing Ditindak Tegas
Illiza juga meminta kata-kata bulliying untuk diganti karena kurang bisa dipahami secara luas oleh masyarakat.
"Misalnya diganti menjadi kata yang lebih sederhana, seperti kejahatan fisik atau kejahatan seksual. Tentu ini menjadi suatu kata yang bisa lebih menjelaskan secara gampang kepada anak-anak dan sekaligus menjadi efek jera," pungkasnya.