TRIBUNNEWS.COM - Simak fakta-fakta petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi tersangka kasus dugaan penyelewengan dana Yayasan ACT.
Mereka adalah mantan presiden masa 2005-2019 sekaligus pendiri Yayasan ACT, Ahyudin, dan Presiden ACT yang menjabat saat ini, Ibnu Khajar.
Lalu, pengurus ACT Hariyana Hermain (HH) dan sekretaris ACT periode 2009 sampai 2019 yang saat ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT, Novariadi Imam Akbari (NIA).
Bareskrim Polri akan memeriksa keempat tersangka pada Jumat (29/7/2022).
"Selanjutnya akan ada panggilan untuk datang pada hari Jumat," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan, Selasa (26/7/2022), dilansir Tribunnews.com.
Ia berujar, nantinya penyidik bakal menentukan apakah keempatnya bakal dilakukan penahanan seusai diperiksa sebagai tersangka.
Baca juga: 4 Tersangka Kasus ACT akan Dipanggil Bareskrim, Penahanan Diputuskan Usai Pemeriksaan
"Betul (penentuan penahanan usai diperiksa)," jelas Whisnu.
Dirangkum Tribunnews.com, berikut ini fakta petinggi ACT ditetapkan sebagai tersangka:
Salahgunakan Dana Boeing Rp 34 Miliar
Wakil Direktur Tindak Pidana Eksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf, mengatakan sebagian dana dari Boeing yang diterima oleh ACT telah disalahgunakan.
Penyelewengan dana yang dilakukan ACT terkait dana sosial untuk para korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Adapun besaran dana yang disalahgunakan itu mencapai Rp 34 miliar.
“Kami sampaikan bahwa total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih sebesar Rp138 miliar,” ujarnya, Senin (25/7/2022), dikutip dari Kompas.tv.
"Menurutnya, dana dari Boeing sebesar Rp 138 miliar itu dipakai kurang lebih Rp 103 miliar untuk program yang dibuat oleh ACT, dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," papar Helfi.
Baca juga: Dugaan Penyimpangan Dana Amal, MUI Pastikan Telah Hentikan Semua Kerja Sama dengan ACT
Aliran Dana ACT untuk Koperasi Syariah 212
Helfi menuturkan, ACT menyalahgunakan dana itu untuk pengadaan armada rice truk senilai Rp 2 miliar.
Selain itu, untuk program big food bus senilai Rp 2,8 miliar, dan untuk pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp 8,7 miliar.
“Untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar,” ungkapnya, Senin, seperti diberitakan Kompas.com.
Lalu, Rp 3 miliar digunakan untuk dana talangan CV CUN, serta Rp 7,8 miliar untuk PT MBGS.
Baca juga: Nasib Penahanan 4 Petinggi ACT Ditentukan Jumat Pekan Ini, Bakal Diperiksa Usai Jadi Tersangka
Peran 4 Petinggi ACT
Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, membeberkan peran keempat tersangka.
Saat periode kejadian, Ahyudin menduduki pucuk pimpinan serta merupakan pendiri ACT.
"Fakta hasil penyidikan saudara A yang memiliki peran sebagai pendiri, juga sebagai Ketua Pengurus Yayasan ACT dan ketua pembina pada 2019-2022 dan juga pengendali Yayasan ACT dan badan hukum terafiliasi dengan Yayasan ACT," ujarnya, diberitakan Tribunnews.com, Senin.
Ia menyebut, Ahyudin mendirikan yayasan ACT untuk menghimpun dana melalui berbagai bentuk donasi.
Pada 2020, Ahyudin bersama pengurus membuat opini dewan syariah yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi.
"Kemudian menggerakkan Yayasan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing atau BCIF Boeing Comunity Invesment Found terhadap ahli waris korban Lion Air GT 610," jelas Ramadhan.
Lalu, peran Ibnu Khajar adalah ketua pengurus ACT periode 2019 hingga sekarang.
Ibnu Khajar membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyeksi CSR dengan Boeing Community Invesment Found (BCIF) terkait dana kemanusiaan boeing kepada ahli waris korban Lion Air GT 610.
Dalam jabatannya ini, Ibnu Khajar memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas, dan pengurus dengan duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan ACT.
"Kemudian sebagai presidium yang juga menentukan kebijakan penggunaan dana dari donasi yang dipotong sebesar 30 persen," kata Ramadhan.
Baca juga: PROFIL Koperasi Syariah 212, Diduga Terima Dana Penyelewengan ACT Rp10 Miliar
Selanjutnya yakni Hariyana Hermain, yang berperan sebagai Ketua Pengawas ACT pada 2019, 2020, sampai 2022.
"Selain sebagai pembina, Hariyana juga sebagai senior vice presiden operational yayasan ACT juga memiliki tanggung jawab sebagai HRD general affairs juga sebagai keuangan, di mana seluruh pembukuan keuangan yayasan ACT adalah otoritas yang bersangkutan," ungkap Ramadhan.
Sementara itu, Novariadi Imam Akbari berperan sebagai anggota pembina serta Sekretaris pada periode Ahyudin sebagai ketua yayasan ACT.
Dalam tugasnya, Novariadi menyusun program dan menjalankan program, yang merupakan bagian dari dewan komite yayasan ACT.
Ancaman Hukuman
Keempat tersangka kasus dugaan penyelewengan dana ACT terancam hukuman penjara paling tinggi 20 tahun.
Diberitakan Kompas.com, empat tersangka tersebut dikenakan sejumlah pasal.
Pertama adalah Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Keempatnya juga dijerat dengan sangkaan subsider, yakni Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Baca juga: Perjalanan Kasus ACT hingga 4 Petinggi Jadi Tersangka Penyelewengan Dana
Mereka turut disangkakan melanggar Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Ancaman pidana penjara paling lama bagi keempat tersangka itu terdapat pada sangkaan TPPU, yakni dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010.
"Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun, dan penggelapan 4 tahun," kata Kombes Helfi Assegaf, Senin.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Igman Ibrahim/Rizki Sandi Saputra) (Kompas.com/Rahel Narda Chaterine) (Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)