Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Golkar MPR RI menolak secara tegas rencana menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tanpa melalui amandemen UUD 1945, yakni melalui konvensi ketatanegaraan.
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena menyampaikan, pada dasarnya hampir semua fraksi dapat memahami pentingnya PPHN.
Namun ketika bicara tentang produk Hukum yang akan menjadi landasan, maka muncul perdebatan yang berkepanjangan.
"Jika harus dimasukkan dalam substansi Undang-Undang Dasar atau ditetapkan dengan TAP MPR maka akan ada konsekuensi amandemen terhadap UUD 1945, yang Justru dalam menghadapi tahun-tahun politik kedepan, sangat tidak populis serta akan menghadapi banyak tantangan, karena begitu sarat dengan kepentingan politik," kata Idris kepada wartawan, Selasa (26/7/2022).
Baca juga: PPHN Disepakati Lewat Konvensi Ketatanegaraan, MPR Bentuk Panitia Ad Hoc
"Fraksi Partai Golkar MPR RI dengan tegas menolak karena Konvensi jelas tidak punya kekuatan hukum yang mengikat naik terhadap lembaga negara yang lainnya, apalagi untuk mengikat seluruh warga negara Indonesia," lanjutnya.
Terkait rekomendasi Badan Pengkajian MPR yang menjadikan Pasal 100, Tata Tertib MPR sebagai landasan produk hukum PPHN, Idris menilai hal itu bakal menjadi perdebatan panjang publik.
Pasalnya, Tata Tertib masing-masing lembaga, hanya mengikat ke dalam dan bukan bagian dari hierarki Perundang-Undangan di Indonesia.
"Fraksi Partai Golkar Pasti akan menolak wacana menghadirkan PPHN dengan Landasan Hukum yang mengada-ngada dan terkesan dipaksakan," ucapnya.
Baca juga: PPHN Disepakati Lewat Konvensi Ketatanegaraan, MPR Bentuk Panitia Ad Hoc
"Sesungguhnya, jika PPHN dibuat dengan Undang-Undang sebagai landasan hukumnya, akan lebih baik karena Undang-Undang lebih mengikat sebagai produk hukum dan sekaligus dapat menggantikan Undang-Undang RPJPM yang akan segera berakhir," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pimpinan MPR RI menggelar rapat gabungan untuk menindaklanjuti hasil kerja Badan Pengkajian soal menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan Badan Pengkajian telah menemukan cara untuk menghindari adanya amandemen UUD 194,5, yakni lewat konvensi ketatanegaraan
Dalam rapat itu, disetujui pembentukan panitia ad hoc yang akan khusus mengkaji PPHN melalui konvensi ketatanegaraan
"Inilah yang tadi laporan daripada Badan Pengkajian diterima secara bulat oleh rapat gabungan yang terdiri dari 9 fraksi plus perwakilan kelompok DPD yang selanjutnya adalah pembentukan panitia ad hoc yang terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 dari fraksi fraksi dan kelompok DPD," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Dia mengatakan alasan pembentukan panitia ad hoc dan dipilihnya cara konvensi ketatanegaraan untuk PPHN masuk ke UUD 1945.
"Amendemen karena tensi politik dan dinamika cukup tinggi, maka kita cari terobosan baru. Dan kita berpijak dengan pijakan Pasal 100 tatib kita bisa lakukan konvensi ketatanegaraan," kata politisi Partai Golkar itu.
Adapun pengambilan keputusan soal panitia ad hoc ini, dikatakan Bamsoet, akan dilakukan dalam rapat Sidang Paripurna MPR RI pada awal September.
"Karena tidak mungkin kita sisipkan di sidang tahunan, tanggal 16 Agustus, maka kita buat sendiri karena ada pandangan fraksi dan seterusnya, maka dilakukan antara tanggal 5 atau 7 September mendatang untuk pengambilan keputusan, pembentukan panitia ad hoc sebagai alat kelengkapan MPR untuk mencari bentuk hukum yang akan kita putuskan nanti dalam sidang paripurna berikutnya," kata dia.
"Apakah bentuknya adalah UU atau kita melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa lebih mengikat dan lebih tinggi kedudukannya, karena kita juga kesepakatan konvensi itu adalah melibatkan seluruh lembaga tinggi negara termasuk lembaga kepresidenan, plus unsur daripada parpol dan kelompok DPD," tandasnya.