Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPP PDI Perjuangan menggelar tabur bunga untuk memperingati peristiwa penyerangan kantor DPP PDIP pada 27 Juli 1996 lalu di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta.
Peristiwa yang lebih dikenal dengan nama Kudatuli (akronim dari kerusuhan dua puluh tujuh Juli).
Acara tersebut dipimpin Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersama Ketua DPP Ribka Tjiptaning.
Juga hadir Yanti Sukamdani, mantan tim pembela PDIP Tumbu Saraswati, Anggota DPR Nyoman Parta serta puluhan keluarga korban yang biasa disebut Forum Komunikasi Kerukunan (FKK).
Baca juga: Komisioner Komnas HAM: Status Kudatuli Sebagai Pelanggaran HAM Berat Masih Sebatas Kajian
Diawali dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Hasto dan Ribka memberikan orasi untuk mengenang peristiwa yang kerap disebut Kasus Kudatuli atau Sabtu Kelabu.
Ribka menyebut saat itu ada dukungan masyarakat yang memberi kekuatan terhadap Megawati melawan kekuatan Orba.
"Kita sekarang masuk tahun ke-26 memperingati Kudatuli. DPP PDI Perjuangan menginginkan terus usut kasus ini. Kita juga sudah ke Komnas HAM. Kita minta jangan hanya bawahan pelaksana saja yang ditangkap tetapi aktor intelektualnya, apapun pangkatnya. Mereka semua masih bekeliaran tanpa proses hukum. Maka hari ini kita tabur bunga sama Pak Sekjen," ucap Ribka dalam keterangan yang diterima, Rabu (27/7/2022).
Hasto mengatakan pihaknya tak pernah melupakan satu peristiwa yang sangat penting yang mana 27 Juli 1996 sebenarnya merupakan suatu rangkaian yang sangat panjang.
"Kita tahu peristiwa 1965 mengubah sejarah kita, dan sampai sekarang sisi gelap 1965 masih saja terjadi, di mana rakyat Indonesia karena intervensi kekuatan Neo kolonialisme dan imprealisme yang kemudian melengserkan Bung Karno dengan segala cara," kata dia.
"Bung Karno yang perjuangannya berhasil membebaskan bangsa-bangsa Asia Afrika dan Amerika Latin menakutkan kaum imperialis karena daya imajinasi dan kepemimpinannya. Terlebih ketika Bung Karno mendapat gelar pendekar dan pembebas bangsa Islam, serta akan memberi hadiah Bom Atom kepada ABRI agar Indonesia semakin berperan penting bagi perdamaian dunia. Apa yang dilakukan Bung Karno menakutkan kemapanan kaum kolonialisme dan imperialisme," papar Hasto.
Hasto lantas mengurai rangkaian kisah yang memicu kasus 27 Juli. Dia menceritakan bagaimana kekuasaan orde baru yang selalu hadir dalam peristiwa kongres PDI
"Dari Asrama Haji Surabaya itu pada momentum yang sangat kritis, hadirlah Ibu Megawati memimpin gerakan moral rakyat. Itulah momentum yang Ibu Mega sering ceritakan kepada saya, bagaimana sebelum kongres dibubarkan, beliau mengambil momentum dan mengatakan secara de facto saya adalah ketua umum PDI. Itu lah cikal bakal perlawanan kekuatan arus bawah, karena pada sampai detik ini akibat proses intervensi Orde Baru adalah tradisi perlawanan," urai Hasto.
Hasto pun menyinggung berbagai upaya dalam menggagalkan kepemimpinan Megawati. Kantor PDIP diserang hingga menimbulkan korban jiwa.