Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Total dana korban Lion Air JT-610 yang diselewengkan para tersangka Aksi Cepat Tanggap (ACT) kembali bertambah.
Total dana korban Lion Air JT-610 yang diselewengkan petinggi ACT bertambah dua kali lipat dari sebelumnya.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan dana korban Lion Air dari pihak Boeing yang diselewengkan sebelumnya terhitung Rp34 miliar.
Kini, jumlahnya menjadi Rp 68 miliar.
"Hasil sementara temuan dari tim audit keuangan (akuntan publik) bahwa dana sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai peruntukannya oleh Yayasan ACT sebesar Rp 68 miliar," kata Nurul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2022).
Di sisi lain, kata Nurul, pemotongan dana donasi sebesar 20 sampai 30 persen didasari Surat Keputusan Bersama Pembina dan Pengawas yayasan ACT.
Baca juga: 843 Rekening Terkait ACT Diblokir Polisi, Ketua Koperasi Syariah 212 Telah Diperiksa
Pemangkasan donasi itu berdasarkan surat keputusan yang dibuat internalnya.
"Juga dikuatkan dengan adanya Surat Keputusan Manajemen yang dibuat setiap tahun dan ditandatangani oleh keempat tersangka," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing atau Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyampaikan bahwa dana BCIF yang disalurkan Boeing sejatinya mencapai Rp138 miliar.
Baca juga: Diduga Pencucian Uang, 843 Rekening yang Terkait Tersangka Kasus ACT Diblokir Bareskrim
Namun, uang Rp 34 miliar tidak digunakan sesuai peruntukannya.
"Total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp103 miliar. Sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya," kata Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Ia menuturman bahwa uang Rp 34 miliar tersebut digunakan untuk pengadaan armada truk Rp2 miliar, program Big Food Bus Rp 2,8 miliar, dan pembangunan pesantren peradaban di Tasikmalaya Rp 8,7 Miliar.
Selanjutnya, kata Helfi, uang itu disalrukan untuk koperasi syariah 212 Rp 10 miliar, dana talangan CV Vun Rp 3 miliar dan dana talangan PT MBGS Rp 7,8 miliar.
Baca juga: Bareskrim Ungkap Dasar Penyidikan Kasus ACT Pakai Laporan Polisi Model A dan Model B
"Total semua Rp 34,573,069,200. Kemudian selain itu juga digunakan untuk gaji para pengurus. Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang tadi disampaikan yaitu akan dilakukan audit pada ini," katanya.
Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut.
Keempatnya pun sudah dilakukan penahanan.
Keempat tersangka itu adalah Ahyudin selaku Pendiri ACT, Ibnu Khajar sebagai pengurus ACT, Hariyana Hermain selalu Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy, dan Novariadi Imam Akbari selaku sekretaris ACT periode 2009 hingga 2019 dan saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.
Keempat tersangka dijerat pasal berlapis.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa keempatnya kini disangkakan melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE hingga pencucian uang.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi Elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Adapun hal itu termaktub dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP.
Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 orang sebagai saksi.
Adapun saksi yang diperiksa berasal dari saksi ahli pidana hingga ITE.
"Penyidik memeriksa saksi 26 saksi yang terdiri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ITE, satu ahli bahasa, 2 ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan para tersangka terancam hukuman paling lama selama 20 tahun penjara.
"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," ujarnya.