TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini kuota pendampingan produk halal Kemenag.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) membuka lowongan Pendamping Proses Produk Halal (PPH).
Pendaftaran dilakukan secara online melalui laman ptsp.halal.go.id mulai 15-31 Agustus 2022 untuk gelombang 1.
Rekrutmen pendamping PPH ini dalam rangka mempercepat target 10 juta produk bersertifikat halal tahun 2022.
Tugas pendamping PPH adalah membantu proses sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha (self declare).
Ada pun rekrutmen pendamping PPH dibuka untuk 229 kecamatan pada 13 provinsi di Indonesia.
Baca juga: Kemenag Buka Rekrutmen 6.000 Pendamping Proses Produk Halal, Ini Syaratnya
Berikut ini kuota, syarat, dan informasi lainnya, dikutip dari Kemenag.
Kuota Pendamping Proses Produk Halal Gelombang 1:
1. Bali: 242 orang
2. Banten: 100 orang
3. DI Yogyakarta: 114 orang
4. DKI Jakarta: 318 orang
5. Jawa Barat: 3.600 orang
6. Jawa Tengah: 800 orang
7. Jawa Timur: 239 orang
8. Kalimantan Timur: 11 orang
9. Kepulauan Bangka Belitung: 33 orang
10. Riau: 17 orang
11. Sulawesi Tengah: 400 orang
12. Sumatera Selatan: 205 orang
13. Sumatera Utara: 100 orang
Syarat Pendamping Proses Produk Halal
Untuk mengikuti program ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. memiliki wawasan luas dan memahami syariat mengenai kehalalan produk; dan
d. berpendidikan paling rendah lulusan MA/SMA atau sederajat.
Baca juga: Indonesia Tak Masuk Jajaran Produsen Industri Halal Dunia, Erick Thohir: Sampai Kapan?
Kriteria Makanan dan Minuman untuk PPH
1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya
2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana.
3. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp500juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri.
4. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
5. Memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal
6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT). Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 (tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait.
7. Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu) lokasi.
8. Secara aktif telah berproduksi 1 (satu) tahun sebelum permohonan sertifikasi halal.
9. Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan).
Baca juga: Surveyor Indonesia Genjot Pemahaman Pelaku UMK Terkait Sertifikasi Halal
10. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya.
Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keptusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal.
11. Tidak menggunakan bahan yang berbahaya.
12. Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal.
13. Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal.
14. Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomaris (usaha rumahan bukan usaha pabrik).
15. Proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi), dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle).
16. Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Sertifikasi Halal