TRIBUNNEWS.COM - Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) membantah soal kuku hingga penyiksaan pada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Seperti diketahui, hari ini PDHI mengungkap hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J, Senin (22/8/2022) di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta.
Ketua PDHI Ade Firmansyah Sugiharto pun membantah soal kuku Brigadir J yang dicabut.
"Enggak, enggak kuku dicabut, enggak sama sekali," kata Ade, Senin (22/8/2022) dikutip dari Kompas.com.
Adapun sebelumnya, pernyataan mengenai kuku Brigadir J yang dicabut diungkap oleh pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjutak.
Ade kemudian juga mengatakan hasil autopsi menunjukan tidak ada tanda-tanda kekerasan selain tembakan senjata api di tubuh Brigadir J.
Baca juga: Tim Forensik Ungkap Hasil Autopsi Ulang Brigadir J, Luka Hanya dari Senjata Api hingga 2 Luka Fatal
Pihaknya menemukan lima luka tembak masuk dan empat luka tembak keluar di tubuh Brigadir J.
Dua di antaranya merupakan luka fatal yang terletak di dada dan kepala.
"Kami pastikan dengan penelitian kami tidak ada kekerasan selain senjata api, memang yang fatal ada dua di dada dan kepala."
"Kalau luka di tangan itu adalah alur lintasan anak peluru, bagaimana anak peluru itu masuk ke tubuh dan kemudian keluar mengenai organ tubuh lainnya, termasuk di jarinya," kata Ade dikutip dari tayangan KompasTv.
Lanjut Ade menjelaskan mengenai organ tubuh Brigadir J yang disebut berpindah, yakni otak yang turun ke bagian perut.
Perpindahan posisi organ pada jenazah seusai diautopsi menurut Ade adalah hal yang wajar.
Ketika dokter forensik melakukan hal tersebut tentu dengan sejumlah pertimbangan dan semata-mata untuk kepentingan kondisi dari jenazah Brigadir J itu sendiri.
"Semua tindakan autopsi pastinya organ-organ itu akan dikembalikan ke tubuhnya, namun pasti ada pertimbangan-pertimbangan ketika ada bagian tubuh yang terbuka, sehingga jenazah yang akan ditransportasikan pasti ada pertimbangan-pertimbangan di sana juga."