TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi menyebutkan isu mantan koruptor dapat mencalonkan diri dalam pemilu 2024 akan menambah kerentanan pemilih di tengah kompleksitas lima pemilu serentak dan pilkada serentak di tahun yang sama.
Perludem melihat pemilu bertujuan agar pemerintahan dikelola dengan baik. Untuk tujuan ini tentu diharapkan partai politik (parpol) sebagai organisasi penghasil pemimpin bisa menyediakan calon yang punya komitmen dan visi untuk mewujudukan tata kelola pemerintahan yang baik.
“Ketika partai politik masih mencalonkan kadernya yang masih melakukan korupsi, pasti ini jadi pertanyaan, partai politik ikut pemilu tapi engak punya niat untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Amel, sapaan akarabnya, Senin (29/8/2022) dalam diskusi daring bertajuk Mantan Terpidana Korupsi Boleh Nyaleg?
Ketika partai mencalonkan mantan koruptor, jelas Amel, tentu harus diwaspadai. Sebab, dengan membiarkan mantan koruptor ikut pemilu juga membuka kerentanan baru bagi pemilih terhadap kerentanan yang tidak etis.
Kerentanan yang dimaksud adalah dengan kompleksnya sistem pemilu, pemilih disodori dengan banyak tokoh yang ikut bertarung dalam kontestasi.
Baca juga: 421 Napi Koruptor di Seluruh Indonesia Dapat Remisi, 4 di Antaranya Langsung Menghirup Udara Bebas
Sehingga, pemilih dirasa semakin rentan terhadap kurangnya informasi tokoh-tokoh yang turut berkompetisi ini, termasuk tidak mengetahui latar belakang peserta yang merupakan mantan koruptor.
“Pemilih sudah menanggung beban pemilu lima kotak dengan harus mengenali latar belakang begitu banyak calon yang bertarung dan di satu tahun yang sama dituntut juga untuk bijak memilih calon,” ucapnya.
Untuk diketahui, Mantan narapidana kasus korupsi diperbolehkan mendaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sebab, dalam aturan tentang syarat bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD yang tertuang dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak disebutkan secara khusus larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar.
Akan tetapi, seorang mantan narapidana, termasuk kasus tindak pidana korupsi yang ingin mendaftar diwajibkan mengumumkan kepada masyarakat bahwa dirinya pernah dihukum akibat kasus korupsi dan telah selesai menjalani hukuman tersebut.